Apa yang Terjadi, Cinta?


Sekali lagi, tentang poligami. Sebuah keniscayaan hal yang diperbolehkan dalam syariah Islam. Islam mengatur kebolehan lelaki menikahi maksimal empat wanita, dengan syarat yang ketat. Tujuannya, agar membawa kemaslahatan bagi semua pihak. Tidak ada pihak yang tersakiti dan terzalimi.

Membuka buku lama, menemukan sebuah catatan pengalaman Helvy Tiana Rosa, sekitar tahun 2006. Sepenggal kisah poligami yang tidak dijalankan dengan semestinya hingga ada salah satu pihak yang merasa tersakiti. Semoga ini menambah wawasan kita dalam menjalankan sunnah secara benar.

Apa yang terjadi Cinta? Sepenggal Kisah Cinta yang Terbagi 

SAYA tak bisa membayangkan perasaan teman saya ini. Ya, ia sedang syok berat. Suaminya meninggal tiba-tiba di jalan raya, akibat kecelakaan, hingga seketika ia harus mengasuh ketiga anak mereka sendirian.

Namun tak cuma itu, dalam proses pemakaman jenazah, seorang perempuan muncul bersama dua orang anak dan berkata sambil menangis, "Suamimu telah menikah dengan saya 10 tahun lalu. Dan dua lelaki kecil ini anak kami."

Teman saya itu ternganga, tertegun beberapa detik, sebelum kemudian pingsan. Orang-orang terpaksa memapah tubuhnya menjauhi kerumunan. Di tanah pekuburan yang basah, ketiga anaknya menjerit-jerit, menangis takut kehilangan ibunya juga.

Ketika sadar, teman saya hanya menyatakan, sekujur tubuhnya nyeri. Nyeri itu bersumber dari hatinya yang lantas berdarah dan berkubang nanah. Bagaimana mungkin? Pikirnya. 

Suaminya lelaki terbaik  yang pernah ia kenal di muka bumi. Ia bahkan tak pernah sedetik pun curiga. Suaminya lelaki alim dengan etos kerja tinggi. Karena itulah ia tak pernah punya firasat tertentu, ketika sepuluh tahun terakhir suaminya makin giat bekerja dan sering keluar kita atau keluar negeri. Apalagi mereka juga hampir tak pernah bertengkar. 

Apa yang terjadi, CINTA?
Sebuah pertanyaan yang tak akan ia temukan jawabannya sekarang, mungkin sampai kapanpun......

Ah, tiba-tiba ia merasa suaminya menjelma orang yang sangat asing dalam hidupnya. Sepuluh tahun suaminya dan perempuan itu menikah, hingga punya dua anak, dan ia tak merasakan apapun!

Ia menggigit bibirnya yang berdarah, seperti juga batinnya. Apa yang sesungguhnya terjadi, Tuhan? Apa salah saya? Pikir teman saya itu. Mengapa suaminya tak berkata apapun? Semua seolah baik-baik saja.

"Ya, Allah, kurawa sebentar lagi aku akan gila...." liriknya.

Wanita yang datang tiba-tiba ke rumahnya dengan membawa dua anak usia SD itu, ternyata menuntut pembagian harta warisan suaminya. Ia tunjukkan surat-surat nikah yang lengkap dan sah. "Suamimu sangat mencintai saya. Ia juga sangat mencintai anak-anak kami...."

Teman saya nanar menatap tak percaya. Marah, tapi apa yang bisa ia lampiaskan? Perih. Jeri......

Rumah, mobil, tabungan di bank, segala yang dimiliki suaminya, yang telah lama menjadi miliknya bersama anak-anak...., tak bisa ia pertahankan. Semua harus dibagi.

"Aku tak bisa melindungi masa depan ketiga anakku lagi...," kata teman saya, akhirnya.

"Seharusnya sejak awal, barang berharga seperti rumah, mobil, itu atas namamu, bukan atas nama suamimu, " kata teman kami yang kain. "Jadi, jatuhnya sejak awal adalah pemberian suami, yang jadi harta istri. Kita tidak pernah menduga ini akan terjadi, bukan?"

"Tapi aku bukan tipe yang seperti itu. Aku tidak mau dituduh materialistis," kata teman saya lagi.

"Ini bukan soal materialistis! Ini untuk melindungi kalian, khususnya anak-anak. Bukankah kalian adalah orang-orang tercintanya? Itu yang suami saya lakukan pada kami," kata teman yang memberi saran itu lagi...."Justru suami-lah yang meyakinkan saya untuk hal ini. Ia takut suatu ketika ia mungkin tergoda, khilaf, dan..."

Perempuan teman saya tersebut seperti tak mendengar apapun. Matanya masih nanar, kosong, ia hanya tak berhenti menyebut nama Allah......Juga memanggil-manggil nama suami dan ketiga anaknya....

Berkali-kali wajah suaminya yang teduh muncul, tersenyum dan membentangkan kedua tangan seakan ingin memeluk dirinya dan anak-anak. Perempuan teman saya itu sesenggukan. Namun di telinganya hanya terdengar suara perempuan madunya itu: 
"Suamimu lelaki yang luar biasa. Ia tak berhenti mencintai saya dan anak-anaknya. Ia melimpahkan segalanya pada kami, tanpa pernah kau tahu. Katanya ia tak mau kau terluka. Jadi tolong, terima saja kenyataan itu....Kita memang ditakdirkan untuk berbagi...."
Bayang suaminya melintas lagu, bersama cinta dan kenangan-kenangan indah yang dulu ia pikir tak akan pernah meninggalkan mereka selamanya. Tapi kini ia tak lagi pasti, apakah ada rumah di hatinya, untuk menyimpan semua memori yang tercabik dan bernanah itu.

Apa yang sesungguhnya terjadi, CINTA? Duh, pentingkah lagi jawaban dari pertanyaan itu sekarang?

Perempuan teman saya itu pun merasa ia tak lagi punya denyut yang cukup untuk hidup..., hingga ia lihat mata ketiga anaknya dan sadar: 
ia harus bertahan demi menjaga nyala cinta di mata mereka....

Buat LA, bangkit! Kamu bisa, sist!
Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih