Pengertian Azimah Menurut Para Ulama dan Macam-macamnya


Dalam perspektif hokum Islam, kita mengenal istilah yang bernama azimah. Menurut tinjauan bahasa, azimah (‘azimah) berarti kemauan yang kuat. Dikatakan seseorang ber-azam, maksudnya dia bersungguh-sungguh dan mempunyai kemauan yang kuat dalam urusannya.

Azimah Allah ialah fardhu yang difardhukan-Nya. Bentuk jamak (plural) azimah adalah ‘azaim. Di antara maknanya terkandung dalam firman Allah:

وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا (١١٥)

"Dan Sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat". (QS Thaha: 115)

Azam ialah kemauan yang kuat. Ada juga yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan zam di sini ialah kesabaran sehingga makna ayat tersebut kami tidak mendapati kesabaran padanya. Ada juga yang menyatakan bahwa kami tidak mendapati kebutuhan dan keteguhan di dalam perbuatannya.

Beberapa rasul disebut Ulul ‘azmi karena kuatnya kemauan mereka dalam menjayakan kebenaran.

Pengertian Azimah Menurut Istilah


Menurut tinjauan istilah, para ulama fikih mendefinisikanya dengan beragam definisi, di antaranya:

  • Menurut Al-Badzawi, azimah adalah istilah untuk asal berbagai hokum tanpa terkait dengan berbagai penghalang.
  • Menurut Al-Khabbazi, azimah adalah syariat yang tidak terkait dengan berbagai rintangan.
  • Menurut Asy-Syathibi, azimah adalah hokum-hukum yang berlaku umum yang disyariatkan sejak semula.
  • Menurut Al-Ghazali, azimah ialah perkara-perkara yang harus dikerjakan oleh seluruh hamba karena Allah mewajibkannya.
  • Menurut Al-Amidi, azimah iah perkara-perkara yang harus dikerjakan oleh seluruh hamba karena Allah mengharuskannya.
  • Menurut Al-Baidhawi, azimah ialah hokum yang tegak, bukan di atas penyelisihan dalil karena uzur.

Dengan menganalisis berbagai definisi dari para ulama di atas, jelaslah beberapa hal berikut:
  • Definisi-definisi di atas memberikan gambaran tentang substansi azimah.
  • Sama-sama menerangkan bahwa azimah disyariatkan dari semula dan hukumnya adalah ilzaam (harus dikerjakan).
  • Tidak menghadapkan azimah dengan rukhshah, kecuali definisi azimah menurut Al-Baidhawi. Hanya saja, Al-Baidhawi tidak membatasi uzur dengan sifat berat, sebab jika uzur tidak berat maka tidak akan menjadi sebab adanya rukhshah.

Kesimpulan definisi Azimah yang Paling Komprehensif

Hukum-hukum yang berlaku umum yang disyariatkan sejak semula dan ditinggalkan karena adanya uzur yang berat

Macam-macam Azimah

Azimah ada 4 macam, yaitu:
  • Apapun yang disyariatkan bagi mukallaf secara umum sejak semula
Contoh:

Contohnya adalah ibadah, muamalah, jinayah (pelanggaran atau kejahatan), dan semua hokum yang disyariatkan Allah bagi hamba-hamba-Nya demi terwujudnya kemaslahatan di dunia dan di akhirat. Inilah azimah pada kebanyakan hokum.
  • Beberapa hokum yang disyariatkan karena munculnya sebab yang menuntut pensyariatan hokum tersbut.
Contoh:

Haram hukumnya memaki berhala-berhala yang disembah selain Allah lantaran karenanya orang-orang musyrik (akan) memaki Allah. Allah berfirman:

وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٠٨)

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.(QS Al An’am: 108)

  • Hukum-hukum yang disyariatkan sebagai nasikh (penghapus) hokum sebelumnya, sehingga hokum yang dihapus seakan tidak pernah ada dan hokum yang menghapus menjadi azimah.

Firman Allah:

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ (١٤٤)

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

Ini adalah salah satu contoh, ayat ini menghapus kewajiban menghadap Baitul Maqdis yang kemudian menjadi menghadap Ka’bah.

  • Eksepsi atau pengecualian dari suatu perkara yang telah diputuskan hukumnya.
Misal, firman Allah:

الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلا أَنْ يَخَافَا أَلا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (٢٢٩)

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Khulu' Yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.

Contoh, Allah mengharamkan suami mengambil mahar yang telah diserahkan kepada istrinya. Ayat ini kemudian mengecualikan suatu keadaan karena tidak terjadinya kesepakatan dan tidak terwujudnya tujuan pernikahan.

Dalam kondisi seperti ini, Allah membolehkan untuk mengambil harta pihak wanita sekedar kerelaannya. Akad nikah di antara keduanya pun dibatalkan. Inilah yang disebut khulu’ (gugatan cerai dari pihak wanita). 

Demikian pembahasan singkat mengenai azimah serta macam-macam ya. Semoga bermanfaat.


Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih