Maksiat, Penyebab Gairah Beribadah Menurun

Al-IMAN yazid wa yanqus (Iman bertambah dan berkurang). 

Demikian sabda Baginda Nabi Muhammad saw., sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Majah, al-Baihaqi dan Ibn Hibban dari penuturan Abu Hurairah ra.

Dalam kitab Fath al-Bari li Ibn Rajab (I/5) dalam bab  Al-Iman disebutkan, bahwa iman bertambah saat kita sedang mengingat Allah SWT sekaligus takut kepada-Nya. Sebaliknya, saat kita lalai dan lupa kepada Allah SWT berarti iman kita berkurang.

Dikatakan juga oleh sebagian ulama, iman bertambah dengan ketaatan kita kepada Allah SWT, dan bekurang karena kemaksiatan kita kepada-Nya.

Terkait hadis di atas, dalam suatu kesempatan Imam ats-Tsauri menyampaikan bahwa beliau selama lima bulan tidak mampu mengerjakan qiyamul-layl. Menurut Imam ats-Tsauri hal itu disebabkan karena dosa yang beliau kerjakan. Saat Imam ats-Tsauri ditanya mengenai dosa itu, beliau menjawab, Aku melihat seorang laki-laki menangis, sedangkan aku berkata dalam hati bahwa laki-laki ini menangis dalam rangka riya.” (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum ad-Din, IV/239).*

Dari kisah di atas bisa diambil pelajaran bahwa perbuatan dosa bisa  membuat seorang berat melakukan amal-amal shalih. Di antaranya shalat malam. Kisah itu juga menunjukkan betapa pekanya Imam ats-Tsauri terhadap amalan hati. Karena amat pekanya, beliau memandang dosa su’uzhan sebagai sebuah perkara yang amat besar. Beliau memandang bahwa hal itulah yang menyebabkan beliau tidak mampu melaksanakan shalat malam.

Lalu bagaimana dengan kita hari ini? 

Jangankan yang sunnah seperti shalat malam, sebagian kita bahkan masih banyak yang meninggalkan amal yang wajib, misal mencari ilmu, menutup aurat, berbakti kepada kedua orangtua, berdakwah, dll.

Sayang, kebanyakan kita tidak seperti Imam ats-Tsauri yang memiliki kepekaan spiritual yang tinggi. Kebanyakan kita tidaklah peka terhadap dosa-dosa kecil, bahkan kadang-kadang terhadap dosa-dosa besar. Akibatnya, kita pun tidak merasa bahwa kelalaian kita dalam amal yang wajib ataupun amalan-amalan sunnah seperti shalat malam adalah akibat dari dosa-dosa dan kemaksiatan kita.

Karena itu, jelas penting bagi setiap Muslim untuk sejauh mungkin menghindari dosa, baik yang kecil apalagi yang besar.

Dalam hal ini, tampaknya kita perlu belajar banyak kepada para ulama salafush-shalih terdahulu. Salah satunya kepada Imam Abdurrahman, salah seorang ulama Syafiiyah yang terkenal dengan sifat wara’-nya.

Sebagaimana pernah diceritakan oleh istri beliau yang bernama Khurrah binti Abdurrahman as-Sinjawi, Imam Abdurrahman bertahun-tahun tidak memakan nasi. Hal itu karena penanaman padi membutuhkan banyak air, sedangkan amat sedikit petani saat itu yang tidak melakukan kezaliman terhadap yang lainnya demi untuk mengairi lahannya (Thabaqat asy-Syafiiyah al-Kubra, V/102).

Imam Abdurrahman memilih menghindari memakan nasi karena kemungkinan ia dihasilkan dengan didukung kezaliman. Pasalnya, di wilayah yang ditinggali Imam Abdurrahman di Marwa, air bukan sesuatu yang mudah diperoleh hingga tidak heran jika para petani melakukan berbagai macam cara untuk memperoleh air untuk mengairi sawah mereka.

Kita pun harus belajar kepada Imam Abu Hanifah yang sangat khawatir memakan daging kambing hasil curian. Dikisahkan bahwa beliau pernah menahan diri tidak memakan daging kambing sekian lama sejak mendengar bahwa di kampungnya ada seekor kambing dicuri. Beliau menahan diri untuk tidak memakan daging kambing selama beberapa tahun sesuai dengan usia kehidupan kambing pada umumnya hingga diperkirakan kambing itu telah mati (Ar-Rawdh al-Faiq_, hlm. 215).

Demikianlah sifat wara’ Imam Abu Hanifah dalam hal menjaga diri dari memakan yang haram atau syubhat.

Dengan sikap wara’ para ulama yang demikian hebat, tentu tidak aneh jika mereka adalah orang-orang yang senantiasa bersemangat dalam melakukan amal-amal shalih, tidak bermalas-malasan.

Bagaimana dengan kita yang masih malas-malasan beramal shalih? 

Jangan-jangan , selama ini kita terlalu banyak berbuat dosa dan maksiat kepada Allah SWT. Itulah yang menjadi sebab utama kita acap kehilangan gairah dalam melakukan amal-amal shalih, termasuk menjalankan ibadah-ibadah sunnah seperti shalat malam, berzikir, membaca al-Quran dan sebagainya.

Semoga saja tidak demikian.

Wama tawfiqi illa bilLah wa ‘alayhi tawakaltu wa ilayhi unib

Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih