Melihat Sisi Bisnis Manajemen Masjid


Jika Anda pernah safar melalui jalur Puncak, pasti tak asing dengan sebuah mesjid megah di kawasan tersebut, yakni Mesjid At-Ta'awwun. Melanjutkan perjalanan ke arah Bandung, di daerah Bojong Cianjur ada juga mesjid asri yang begitu banyak dikunjungi oleh musafir yang hendak melaksanakan shalat. Mesjid ini bernama Mesjid Darussalam.

Apa yang menarik dari dua contoh mesjid yang "makmur" tersebut?

Apabila kita melihat lebih seksama, ternyata selain makmur dengan para jamaah shalat yang banyak berdatangan di setiap shalat fardhu, juga di sekitar komplek mesjid, menjamur para pedagang yang ikut mengais rezeki dengan menjajakan aneka jualan. Ada yang berjualan kuliner, perlengkapan shalat semisal sarung, peci, dan butiran tasbe (tasbih), juga produk-produk lainnya. Bahkan tukang parkir pun kecipratan rezeki dari kendaraan-kendaraan yang diparkir.

Kalau bisa dikatakan, dengan melihat kondisi dua contoh mesjid tersebut, makmurnya mesjid bisa dilihat dari dua sisi, yaitu :

Illustrasi Mesjid At-Ta'awwun dari Google Image

Pertama, kemakmuran mesjid dilihat dari sisi jamaah.

Ini tentu yang utama. Mesjid adalah tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk melaksanakan peribadahan. Tak hanya shalat fardhu lima waktu, shalat sunnah, halqoh-halqoh, kajian Islam, juga pembicaraan-pembicaraan mengenai ekonomi Islam, politik Islam, dan lain sebagainya. Bahkan mesjid juga bisa digunakan untuk berlatih ketangkasan para pejuang Islam.

Banyaknya jamaah untuk melaksanakan shalat dan juga mengadakan aneka kajian, adalah indikator makmurnya sebuah mesjid.

Kedua, kemakmuran mesjid dilihat dari sisi maaliyah.

Tak bisa dipungkiri, mengelola mesjid bukan perkara mudah. Pengelolaannya memerlukan kesiapan personal yang benar-benar ikhlas mengabdi untuk kemakmuran mesjid. Di samping itu, pendanaan pun harus memadai. Menjadikan mesjid asri dipandang, nyaman untuk beribadah, kondisi tempat wudhu dan toilet yang terawat dengan baik, tentu memerlukan pendanaan yang cukup.

Ketersediaan pendanaan adalah indikator lainnya dari kemamuran sebuah mesjid.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana agar dua sisi pengelolaan mesjid ini berjalan dengan baik dan tercipta kemakmuran pada mesjid?

Dua sisi kemakmuran, sisi jamaah dan sisi maaliyah, sebenarnya saling berkaitan. Jika ingin menjadikan banyak jamaah, tentu mesjid itu harus user-friendly, asri, nyaman, dan pengunjung betah, tentu memerlukan pendanaan yang cukup untuk mewujudkannya.

Sebelum membahas hal tersebut, keterkaitan sisi jamaah dan sisi maaliyah, kita urai dulu prasyarat pengelolaan mesjid yang ideal, yaitu dari sisi pengurusnya dulu.

Takmir Mesjid ( DKM : Dewan Kemakmuran Mesjid)

Struktur organisasi masjid, seperti dikutip dari pontren.com, setidaknya terdiri dari penasihat, ketua, sekretaris, ketua bidang idarah, imarah, ri’ayah, dengan jumlah pengurus disesuaikan dengan volume pekerjaan yang ada.

Masa bakti takmir masjid dapat berkisar antara 2-4 tahun dan paling lama 5 tahun, di akhir jabatan takmir masjid harus melakukan laporan pertanggungjawaban.

Mekanisme pemilihan takmir masjid dapat dilaksanakan setelah sholat jumat maupun sholat yang lain dimana jamaah banyak yang datang. Metode yang dipakai yaitu dengan dilakukan musyawarah antara jamaah masjid.

Seyogyanya pengurus yang hendak dipilih berdomisili di sekitar masjid.

Dalam pengorganisasian pengurus harus ada kejelasan serta mengikitsertakan di dalamnya jamaah secara lebih luas dengan mengingat batas keahlian dan kemampuan yang disertakan.

Secara umum, tugas dari masjid sekurang kurangnya yaitu;

Pertama – membina organisasi serta administrasi yang disebut dengan idarah. Tugas ini mencakup permasalahan organisasi, kepengurusan, personalia, perencanaan, perlengkapan sarana prasarana, adminisitrasi keuangan dan yang berkaitan semua dengan yang telah disebutkan.

Kedua – membina kemakmuran atau disebut dengan imarah. Tugas ini mencakup bidang pembinaan dalam ibadah, pembinaan pendidikan formal nonformal di lingkungan masjid, pembinaan pemuda remaja wanita, perpustakaan, PHBI dan pembinaan ibadah sosial.  

Takmir mesjid hendaknya orang-orang yang amanah dan memiliki visi yang sama untuk mengabdi kepada Allah Ta'ala melalui pengelolaan mesjid, tanpa ada motivasi lain apalagi yang berorientasi keduniaan.

Sisi Bisnis Manajemen Masjid 

Sekarang kita urai secara sederhana sisi bisnis manajemen atau pengelolaan mesjid, berdasarkan yang saya lihat di mesjid At-Ta'awwun Puncak dan Mesjid Darussalam Cianjur, mungkin sama juga di mesjid-mesjid lainnya.

1. Ada donatur tetap
Mesjid menjadi peluang yang terbuka luas bagi siapapun yang menginginkan pahala tak terbatas dari Allah Ta'ala, dengan berdonasi, baik berupa wakaf maupun sedekah. Ini menjadi tanggung jawab pengurus untuk menjalin silaturahmi dengan pihak manapun untuk menjadi donatur. Tentu dengan pendekatan yang tepat.

Di dua mesjid tersebut, banyak yang sudah menjadi donatur tetap.

2. Wakaf produktif
Seorang wakif (yang mewakafkan) tentu menginginkan harta yang diwakafkannya terus berkembang kemanfaatannya, yang otomatis pahala dari Allah pun akan meningkat dan berkembang. Maka pengurus mesjid harus memiliki ide-ide kreatif yang memungkinkan wakaf menjadi produktif.

Best practice untuk wakaf produktif ini ada contohnya di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung.

3. Membuka stand penjualan produk kuliner dan produk lainnya
Sekali lagi jamaah akan datang ke mesjid jika mesjid itu asri dan nyaman, juga tersedia apa yang dibutuhkan. Salah satunya produk kuliner. Melaksanakan shalat di mesjid, kemudian bisa makan minum di tempat yang berada di sekitar mesjid, adalah salah satu kenyamanan yang diinginkan pengunjung, termasuk saya hehe.

Best practice untuk hal ini salah satunya ada di Mesjid Darussalam Bojong.

4. Oftimalisasi kotak infak
Penempatan kotak infak di beberapa tempat strategis memungkinkan para jamaah mengeluarkan sedikit hartanya untuk berinfak. Atau ketika ada kajian massal, oftimalisasi pengambilan infak secara person by person sangat mungkin dilakukan.

5. Penyediaan minuman gratis (kopi, teh, air minum kemasan)
Ini hal yang sederhana, tapi terbukti efektif untuk menarik sedekah/wakaf dari jamaah. Seperti di Mesjid Darussalam Cianjur dan Mesjid PLN daerah Cileunyi, tersedia minuman gratis. Tapi jangan salah, ternyata jamaah bisa mengeluarkan uang lebih dari pembelian minuman itu jika dibeli.

Psikologinya begini, masa saya enak-enak minum gratis, namun tidak ngisi kotak infak!

Langkah-langkah ini karena sesuai empiris, maka bisa dilaksanakan oleh siapapun yang diberi amanah mengelola mesjid. Karena kita faham, kemakmuran sebuah mesjid tidak hanya dengan banyaknya jamaah yang melaksanakan shalat dan aneka kegiatan keislaman, namun juga dengan tersedianya pendanaan (maaliyah) yang cukup untuk menopang dan mengembangkan mesjid.

Semoga bermanfaat!
Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih