Kisah Hijrah ke Islam Kaaffah drg Carissa Grani

Saya menyimak pembicaraan beliau dalam acara "Hijrah Bareng-bareng" beberapa waktu lalu. Seorang dokter gigi, yang menjadi muallaf, dan tidak tanggung-tanggung, beliau berazam hijrah menjadi pengemban dakwah Islam Kaaffah. Beliau adalah drg.Carissa Grani, MM, AAAK. 


Kisah singkat hijrahnya beliau saya posting di blog ini, dengan harapan akan menjadi penguat keyakinan, bahwa hidayah itu Allah lah yang beri bagi yang Dia kehendaki. 

Dengan latar belakang keluarga besar Kristen, tak pernah terbayang di benak drg. Carissa Grani, MM.,AAAK akan masuk Islam. Apalagi sejak TK hingga SMA ia sekolah di Sekolah Katolik Mater Dei Pamulang Selatan.

"Nggak pernah ada dalam pikiran saya sampai saat ini" ujarnya dalam acara Bincang Ramadhan Sahur Bersama Tokoh, di kanal YouTube Rasil TV.

Memang perempuan kelahiran Jakarta, 26 Juli 1984, tersebut sejak meneruskan pendidikan ke SMA di Taruna Nusantara Magelang, kuliah kedokteran di Universitas Indonesia dan pasca sarjana di Universitas Esa Unggul Jakarta, banyak berinteraksi dengan siswa dan mahasiswa Muslim. Tapi itu semua tak membuatnya tertarik belajar Islam.

Apalagi di tempat kerjanya. la memandang orang Islam itu aneh. Pasalnya, ada rekan kerjanya yang sekadar bersalaman dengan lawan jenis saja enggak mau. "Saya rasa kok begitu banget" ujarnya.

Begitu juga ketika melihat wanita pakai cadar, ia pun merasa heran. Apalagi kalau mereka berfoto bersama dan semuanya mengenakan cadar.

Jadi, bagaimana mau membayangkan masuk Islam, penganutnya terlihat aneh dan mau mempelajari ajaran agamanya juga ia merasa takut.

Semua Karena Corona

Namun ketika pandemi Corona menyapa Jakarta, semua diminta untuk mematuhi protokol kesehatan untuk meminimalisasi tertularnya wabah yang berasal dari Cina. 

Ketika mengetahui protokol kesehatan dimaksud adalah mengenakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (termasuk tidak berjabat tangan) dirinya tersentak dan langsung mengingat Islam, bahkan yang terbayang jelas di benaknya adalah Muslimah bercadar yang tak mau bersalaman dengan lawan jenis itu.

"Tapi mengapa di awal pandemi saya melihatnya adalah kok kayak Muslimah begitu ya. Sampai-sampai saya berpikir ini ajaran agama ini kok baik sekali ya?" ungkapnya mengenang kejadian di awal Maret 2020.

Lalu ia pun iseng browsing manfaat wudhu, manfaat gerakan shalat, kenapa orang pakai cadar dan seterusnya. Setelah ia membaca ajaran Islam terkait hal itu dan manfaat medis ketika manusia seperti itu ia menyimpulkan. "Secara medis ilmiah bisa dibuktikan, ajaran agamanya masuk," ungkapnya.

Setelah itu pandangannya tentang Islam jadi positif. Namun sempat pula ada pertentangan dalam batin. Anehnya, setiap pandangan negatif muncul, dibantah pula oleh pandangan positif yang ia rasakan tiba-tiba muncul begitu saja.

Misalnya, ketika dia membaca ajaran Islam yang menyebut harus berzikir sekian kali, batinnya berkata negatif, "Tapi kok doanya diulang-ulang" lalu ada lagi di batin yang menyanggahnya, "Bukankah bumi ini selalu berputar (pada porosnya)? Di bumi ini juga gerak ada hitung-hitungannya. Coba salah hitung satu detik aja sudah berantakan."

Begitu juga ketika melihat di YouTube orang Islam shalatnya di lantai, muncullah perkataan negatif di benaknya, "Ah enggaklah, itu shalatnya saja di lantai, kayaknya kotor."

Kemudian segera disanggah argumen positif yang juga tiba-tiba muncul begitu saja, "Tapi di hadapan Allah semua derajat manusia kan sama, mau kaya mau miskin semua di lantai."

Sejak saat itu, wanita yang biasanya merasa tenteram ketika kebaktian berubah menjadi galau sampai akhirnya malah enggak ibadah sama sekali selama dua pekan sebelum akhirnya masuk Islam.

"Lalu saya cerita kepada salah seorang teman yang beragama Islam dan bertanya saya harus bagaimana," ujarnya.

Temannya menyarankan dia ke Mualaf Center di Jakarta Barat. "Dia berpesan, cari yang akhwat, kalau dia menjelekkan agama kamu sebelumnya, enggak usah diteruskan. Kalau dia juga tidak mengajarkan tauhid, juga tidak usah diteruskan," bebernya.

Ahad, 15 Maret 2020 jam 9 kurang 10 menit ia sudah sampai di Mualaf Center. Bertemu Bunda Sri. Di situ ia dijelaskan tentang tauhid, rukun iman, rukun Islam. Tak terasa air mata dokter gigi tersebut mengalir.

Setelah selesai menjelaskan, Bunda Sri bertanya, "Dokter Carissa sekarang mau bagaimana?"

"Bunda, saya belajar dulu, kalau yakin, saya masuk Islam."

"Ya, boleh. Tapi enggak dihitung pahala ya ... karena belum masuk Islam. Mau Dokter Carisa baca Al-Qur'an, bahkan shalat, itu semua belum dihitung pahala."

"Ooh gitu. Emang kalau syahadat isinya apa Bunda?"

Lalu dijelaskanlah hal itu. Carissa pun dengan mantap mengatakan, "Ya udah, saya syahadat sekarang juga!? Saat a itu adzan Dzuhur terdengar.

Lalu Bunda Sri memberikan gamis dan kerudung.


Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih