Puisi-puisi tentang Kerinduan - Sebuah Apresiasi bagi Para Penyair Muda

Puisi tentang kerinduan. Apa yang terfikir ketika kita mendengar kalimat tentang puisi kerinduan? Kita akan langsung memberi gambaran, bahwa kerinduan itu menyangkut tentang rasa ingin berjumpa sesuatu atau seseorang yang didambakan. Keindahan mendamba atau merindu akan makin bertambah jika dinyatakan dalam bait-bait puisi indah. Ya puisi tentang kerinduan. 

Kali ini saya pun kembali menyajikan puisi-puisi, puisi-puisi tentang kerinduan. Karya sastra yang tersaji, merupakan karya para penyair muda yang masih bergelora, menuangkan segenap rasa, pemikiran, ataupun pengalamannya dalam bait indah puisi. Selamat menikmati dan menyelami makna dari setiap kata, dalam sajian puisi tentang kerinduan. 

Puisi-puisi tentang Kerinduan

Daftar Isi

Untaian Rindu dalam Dhuhaku

Karya: Khanza Aulia Azzahra

Dalam Rindu,
Pagi bergulir tanpa ragu
mengetuk jiwa menepis belenggu
Kupasrah doa dan harapan Berharap lautan dosa segera terampunkan

Dhuhaku,
Kau tahu..
Arca jiwa ini resah tak kenang mengharap ,
Kau datang hadirkan kedamaian
Mengalunkan simponi indah
Menjuntai permata kerinduan

Dhuhaku,
Kau tekuni langkahku di serambi waktu
Bersa'i antara fajar subuh hingga dhuha menyapa rindu
Bertafakur dalam dalam
Hingga lautan doa terselam

Dhuhaku bergelora
Seuntai kasih menyapa
Hingga kerinduan tersapa
Terjuntai cinta dalam mahligai aksaraNya
Bertahtakan mawaddah jadi perisainya

 

Dihembus Sang Bayu Kerinduan 

Karya : @Rynz211

Berbantalkan kedinginan malam
Gelap,pekat ... bercadarkan butiran pasir pantai

Dihembus sang bayu kerinduan
...dingin menampar pipi si jelita
Desiran angin yg bertiup kencang tidak terasa dek ombak cinta yang kian bergelora

Pulanglah jelita
Ke alam nyata yang lebih bermakna
Berpaksikan syahadah pada Yang Maha Esa
Bernaungkan keagungan cinta Pencipta
Daripada jatuh tersungkur di kaki si egois
Layaknya seperti seorang pengemis
Seharusnya kamu optimis

Hentikan tangis!

Memasung Rindu pada Setiap Temu

Karya : RinaHeningNna

Kak,
Entah pada debur ke berapa aku memasung rindu pada setiap temu yang berakhir pilu

Menyesap bau asin garam ombak di lanun
Atau mencoba berenang dan tenggelam bersama kata yang tak sempat menjadi utuh karena terlalu penuh

Kerana sepasang saling hanya akan berakhir asing
Pun dengan ombak yang mengecup bergantian pasir pantai
Membawa arus kerinduan agar pecah pada aksara sagara

Yakin kita hanya menemukan ingin
Bukan pada kenyataan pasti

Hingga puisi kedua hanya berujung kalimat pembeda

Kau, Kasih
Merupa bilangan satu tiga empat lima hingga tak terhingga
Dan tidak ada yang bisa menduakan kisah kita
Yang telah binasa


Di Hamparan Sawah Kerinduan

Karya : Ani Tyas

Di hamparan sawah kering kerinduan
Angin mendesaukan bisik kepedihan
Meluruhkan dedaun kusam kenangan
Gemerisik daun dan nyanyian embun
Takkah pagi selalu membuatmu tertegun
Rindu kian tertimbun


Rindu


Karya : revolt heart

Hujan hanya
membawa kerinduan

Tak ada percakapan
yang terlampau dini

Secangkir pagi
pada segelas kopi

Di meja kayu,
Duduk di kursi
Buku-buku

Cintakah
Aku?


Rindu yang Tertumpah untuk Siapa? 

Karya : maulida

siang itu awan murung
gelap, hitam pekat seperti kopimu
ia ingin bicara
namun tak yakin rindunya kali ini diterima
bukan pada bumi
tetapi pada seseorang yang sedang bergegas pulang
entah pulang ke rumah
atau pulang pada hati yg telah ia sematkan

awan itu berdendang
sama sekali tidak merdu
lebih mirip suara guntur
sesekali berteriak
berteriak
kali ini rindunya tak terbendung
menangislah awan itu

air matanya turun
mengalir pada atap payung
seseorang itu rupanya telah bernaung
sembari bersandar pada bahu kekasihnya
ternyata dia pulang pada hati yg telah ia sematkan

makin deras airmata sang awan
hingga air matanya habis
seseorang bersandar pada bahu kekasihnya itu tersenyum
ternyata senyumnya bukan untuk airmata kerinduan yg telah reda
ada pelangi samar-samar

sang awan pergi
dunianya bukan tentang dia lagi


Kutitipkan Pena tuk Melukis Kerinduan

Pengirim: Arunika

ku titipkan pena tak bertuan,
berharap diteteskannya tinta pada buku tak berjudul
berisi sajak usang
bertema kerinduan
menyisakan sebuah perpisahan
di malam tak berbulan


Sebelum Kota-kota Padam

Karya Ezathabry Husano

Air danau yang kau kirim ke kota-kota
cukuplah menyejukkan lorong-lorong,
sementara manusia tumbuh di lampu-lampu jalanan
menyalakan sejarah masa kecilku
akankah sungai diseberangkan pula
oleh perahu pengembara, ke kota-kota

Sesuap nasi mengalir di matamu,
sebagaimana perahu masa kecilku juga,
yang lapar sungai kerinduan,
namun dalam perutku
berdiri kota-kota pendakian
yang kesekian

Seperti kota-kota lain, aku juga mengarang novel
hingga hafal perkampungan paling jauh
seperti kampung masa kecilku pula
yang tidur di surau seharian
tak makan apa-apa seharian

Seperti kota-kota lain, aku juga mementaskan teater
supaya bisa pulang ke masa kecilku
bermain tembak-tembakkan dengan bebas,
seperti kota-kota yang menghamilimu
lenyap dari sejarah
kemanusiaan dan kerinduan

Orang-orang pun bicara dengan bahasa isyarat
Sebelum kota-kota padam
mengusir masa kecilku.

Demikian sajian sederhana puisi-puisi tentang kerinduan. Semoga kita bisa menggali makna dan hikmahnya. 


Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih