Perbedaan Muqallid Muttabi' dan Muqallid ''Ami, serta Batasan Seseorang Boleh Taqlid terhadap Pendapat ulama

Muqallid adalah seorang Muslim yang mengikuti pendapat atau fatwa seorang ulama dalam masalah-masalah agama. Ada dua jenis muqallid, yaitu muqallid muttabi' dan muqallid 'ami. 

Perbedaan Muqallid Muttabi' dan Muqallid ''Ami, serta Batasan Seseorang Boleh Taqlid terhadap Pendapat ulama
Daftar Isi

Perbedaan Muqallid Muttabi' dan Muqallid 'Ami

Muqallid Muttabi'

Muqallid muttabi' adalah seorang muqallid yang mengikuti pendapat seorang ulama dalam masalah-masalah agama dengan cara mempelajari dan memahami dalil-dalil yang digunakan oleh ulama tersebut untuk menetapkan pendapatnya. 

Dengan demikian, muqallid muttabi' memiliki pemahaman dan pengetahuan yang cukup tentang dasar-dasar hukum Islam dan metode ijtihad ulama.

Muqallid 'Ami

Sedangkan muqallid 'ami adalah seorang muqallid yang mengikuti pendapat seorang ulama dalam masalah-masalah agama tanpa memperhatikan dalil-dalil yang digunakan oleh ulama tersebut untuk menetapkan pendapatnya. 

Muqallid 'ami cenderung hanya mengikuti pendapat ulama yang sudah dikenal atau terkenal tanpa memahami dan mempelajari dalil-dalil yang digunakan oleh ulama tersebut.

Kedua jenis muqallid tersebut sama-sama mengikuti pendapat seorang ulama dalam masalah-masalah agama, namun muqallid muttabi' memiliki pemahaman dan pengetahuan yang lebih dalam tentang dasar-dasar hukum Islam dan metode ijtihad ulama.

Batasan seseorang boleh taqlid kepada pendapat ulama

Dalam Islam, taklid atau mengikuti pendapat ulama diperbolehkan selama dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Berikut adalah beberapa batasan seseorang boleh taklid kepada pendapat ulama:

1. Orang yang melakukan taklid haruslah seorang Muslim yang memiliki keyakinan dan iman yang kuat terhadap ajaran Islam.

2. Orang yang melakukan taklid haruslah tidak memiliki kemampuan untuk memahami dan menetapkan hukum-hukum syariat secara mandiri. 

3. Orang yang melakukan taklid haruslah memilih ulama yang memiliki kualifikasi dan kemampuan yang memadai dalam bidang fikih. 

4. Orang yang melakukan taklid haruslah memahami bahwa taklid hanyalah sementara dan ia harus berusaha untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran Islam agar suatu saat nanti dapat menetapkan hukum-hukum syariat secara mandiri.

5. Orang yang melakukan taklid haruslah memahami bahwa taklid tidak boleh dilakukan secara buta tanpa memahami dalil-dalil yang digunakan oleh ulama tersebut. Oleh karena itu, ia harus berusaha untuk mempelajari dalil-dalil yang digunakan oleh ulama tersebut untuk menetapkan pendapatnya.

Dengan memperhatikan batasan-batasan tersebut, maka seseorang dapat melakukan taklid kepada pendapat ulama dengan benar dan sesuai dengan ajaran Islam.

Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih