Hanya Pemberani yang Bisa Jujur,Pengecut? Ke laut aja

Hanya Pemberani yang Bisa Jujur,Pengecut? Ke laut aja. Ini artikel sederhana tentang kejujuran, yang saat-saat ini menjadi barang yang mahal. Di pentas politik sebuah negeri yang katanya penganut demokrasi, ketika pemilihan pemimpin tertingginya, kecurangan vulgar dipertontonkan, dan kejujuran dipermasalahkan. Ketika ada yang mau mengoreksi kecurangan itu, mereka dianggap makar.

Ya sekali lagi kejujuran itu mahal dan membutuhkan keberanian bagi pelakunya. Yang ikut arus ketika lingkungannya cenderung berbuat curang, korup secara berjamaah, hampir dipastikan ia akan "selamat" di lingkungannya. Ia tidak akan di-bully oleh rekan-rekannya. Sebaliknya, yang jujur dan keukeuh memegang prinsip kejujuran, hampir dipastikan ia akan dianggap sok suci, munafik, dan kata-kata lain yang berunsur ejekan. Hanya orang berani yang bisa berlaku jujur, dan pecundang alias pengecut, akan berperilaku sebaliknya.

Sebagai ibroh, alangkah baiknya kita membaca sebuah kisah di masa Khalifah Umar bin Khaththab. Cerita tentang kemujuran dari kejujuran.

Pada suatu malam terjadilah perdebatan antara seorang ibu dan anak gadisnya. Ibunya menyuruh anak gadis itu mencampur susu yang akan dijualnya esok hari dengan air, agar susu itu lebih banyak sehingga mendapat keuntungan lebih besar. akan tetapi, si gadis enggan menuruti kemauan ibunya itu, sebab menurutnya, perbuatannya itu pasti dilihat Allah, padahal Allah itu tidak suka pada kecurangan semacam itu.

Ibunya tetap ngotot, sehingga perseteruan antara kejujuran dan kecurangan itu berlangsung seru dan lama. Perseteruan itu rupanya dimenangkan oleh sang gadis, sebab belakangan sang ibu menyadari bahwa Allah itu memiliki sifat Ar-Raqib, Zat Yang Maha Mengawasi atas segala perbuatan hamba-Nya, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Rupanya, perseteruan tentang bisnis susu dalam keluarga sederhana itu terdengar oleh Khalifah Umar bin Khaththab tatkala menyamar sebagi rakyat biasa untuk melihat secara langsung kondisi sosial rakyatnya. Esok harinya, Khalifah Umar bin Khaththab mendatangi keluarga itu dan meminang sang gadis menjadi menantunya, menjadi istri dari salah seorang putranya.

Akhirnya, disebutkan dalam kisah itu, si gadis jujur itu di belakang hari memiliki cucu yang sukses yang menjadi khalifah Bani Umayyah. Karena keadilannya, cucu tersebut dianggap sebagai Khulafaurrasyidin kelima yaitu Umar bin Abdul Aziz.

Begitulah hikmahnya. Kesadaran akan kekuasaan Allah untuk mengawasi semua perbuatan manusia, akan melahirkan pengendalian diri, kontrol diri yang berdampak positif bagi pelakunya. Dampak positif itu tidak hanya diraih didunia, lebih-lebih di akhirat kelak dalam kehidupan yang abadi. 

Bermujahadah menjalankan prilaku jujur, dan mempersempit keinginan untuk curang, adalah sebuah langkah yang bijak agar kita selamat dunia dan akhirat. (www.abufadli.com)

Cerita bersumber dari buku " Suara dari Langit".

Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih