6 Program Revitalisasi Pendidikan yang diamanatkan kepada Mendikbud Nadiem Makarim
Bos Gojek jadi menteri pendidikan dan kebudayaan? Pertama, KAGET. Kedua, TIDAK KAGET. Banyak orang yang merasa kaget dengan penunjukkan Nadiem Makarim sebagai mendikbud baru. Melihat latar belakangnya sebagai pengusaha, rasa pesimis pun muncul. Mau dibawa kemana arah pendidikan kita. Sebagian lagi TIDAK KAGET, biasa saja. Di masa rezim ini, banyak hal aneh yang sering terjadi. Dan kita sebagai rakyat biasa, sudah imun dengan segala keanehan ini.
Namun tetap saja, kita sebagai guru, ujung tombak pendidikan, tetap berharap akan adanya perubahan mendasar untuk kebaikan pendidikan kita. Di sini perlunya revitalisasi dalam segala aspek pendidikan.
6 Program revitalisasi pendidikan ini, diamanatkan kepada Pak Nadiem Makarim untuk menyelesaikan aneka masalah dalam pendidikan di Indonesia.
1. Revitalisasi sekolah sebagai sentra pendidikan yang mandiri dan berkarakter. Sekolah seharusnya menjadi penentu arah pembelajaran yang berbasis proses dan rasa cinta. Agar siswa menjadi pribadi yang mandiri dan berkarakter. Sekolah bukan pelaksana kurikulum. Sekolah harus mampu menjadi basis pengembangan budaya dan karakter siswa.
2. Guru sebagai fasilitator pembelajaran. Guru harus mampu mengendalikan konten dan arah pembelajaran yang jelas, di samping menjadikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan. Guru harus memiliki kreativitas dan keberanian untuk menuntun siswa dalam menemukan pelajaran dan bidang yang disenanginya.
3. Kesetaraan sebagai orientasi pendidikan, bukan kesempurnaan. Praktik dan perilaku belajar harus didorong untuk membangun kesetaraan, bukan kesempurnaan. Orientasi pendidikan adalah membangun kerjasama, bukan kompetisi antarsiswa. Belajar bukan sarana untuk mencapai nilai tinggi, melainkan untuk membangkitkan kegairahan siswa dalam belajar. Kegiatan belajar bukan bergantung pada “kunci jawaban”, tetapi bertumpu pada “pengertian”.
4. Siswa berpegang pada proses dalam belajar, bukan hasil belajar. Proses agar siswa berani bertanya dan tidak takut salah. Karena dengan cara itu, siswa akan mampu mengeksplorasi potensi diri, di samping dapat memacu kreativitas dalam belajar. Hasil belajar bukan satu-satunya indikator keberhasilan siswa dalam belajar.
5. Pendidikan harus dipandang sebagai ikhtiar kolektif. Adanya kesadaran akan makna pendidikan dan upaya bersama menyelesaikan problematika pendidikan. Semua elemen masyarakat harus terlibat dalam proses dan dinamika pendidikan. Karena pendidikan bukan program melainkan gerakan moral bersama untuk memajukan harkat dan martabat manusia sekaligus bangsanya.
6. Pendidikan adalah mitra paling strategis revolusi industri 4.0. Kemajuan teknologi dan digitalisasi harus menjadi pemantik akan pentingnya perubahan di dunia pendidikan. Produk pendidikan dan anak didik harus dipersiapkan sebagai ujung tombak dalam menangani perkembangan teknologi sepesat apapun.
Tantangan terbesar yang harus dieksekusi Nadiem Makarim sebagai Mendikbud adalah menjadikan pendidikan di Indonesia harus bertindak adaptif dan kolaboratif. Karena pendidikan tidak berdiri sendiri. Namun menjadi tanggung jawab semua pihak. Era pendidikan 4.0 pada praktiknya tidak boleh lagi menjejali anak didik dengan beragam materi pelajaran. Karena pendidikan bukan untuk mengejar nilai semata lalu melupakan proses. Pendidikan 4.0 adalah sebuah kompetensi, sebuah kreativitas.
Harusnya kini, pendidikan bukan hanya menjadikan produk sekolah dan perguruan tinggi sebagai "jawaban" atas masalah kemanusiaan. Tapi lebih dari itu, pendidikan harus meniadakan orang-orang yang hanya “tahu sedikit tentang banyak hal, tetapi tidak tahu banyak tentang satu hal”. Semangat Pak Nadiem, hadapi tantangan besar dunia pendidikan di Indonesia. Anda pasti bisa !! (kumparan)
Namun tetap saja, kita sebagai guru, ujung tombak pendidikan, tetap berharap akan adanya perubahan mendasar untuk kebaikan pendidikan kita. Di sini perlunya revitalisasi dalam segala aspek pendidikan.
6 Program revitalisasi pendidikan ini, diamanatkan kepada Pak Nadiem Makarim untuk menyelesaikan aneka masalah dalam pendidikan di Indonesia.
1. Revitalisasi sekolah sebagai sentra pendidikan yang mandiri dan berkarakter. Sekolah seharusnya menjadi penentu arah pembelajaran yang berbasis proses dan rasa cinta. Agar siswa menjadi pribadi yang mandiri dan berkarakter. Sekolah bukan pelaksana kurikulum. Sekolah harus mampu menjadi basis pengembangan budaya dan karakter siswa.
2. Guru sebagai fasilitator pembelajaran. Guru harus mampu mengendalikan konten dan arah pembelajaran yang jelas, di samping menjadikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan. Guru harus memiliki kreativitas dan keberanian untuk menuntun siswa dalam menemukan pelajaran dan bidang yang disenanginya.
3. Kesetaraan sebagai orientasi pendidikan, bukan kesempurnaan. Praktik dan perilaku belajar harus didorong untuk membangun kesetaraan, bukan kesempurnaan. Orientasi pendidikan adalah membangun kerjasama, bukan kompetisi antarsiswa. Belajar bukan sarana untuk mencapai nilai tinggi, melainkan untuk membangkitkan kegairahan siswa dalam belajar. Kegiatan belajar bukan bergantung pada “kunci jawaban”, tetapi bertumpu pada “pengertian”.
4. Siswa berpegang pada proses dalam belajar, bukan hasil belajar. Proses agar siswa berani bertanya dan tidak takut salah. Karena dengan cara itu, siswa akan mampu mengeksplorasi potensi diri, di samping dapat memacu kreativitas dalam belajar. Hasil belajar bukan satu-satunya indikator keberhasilan siswa dalam belajar.
5. Pendidikan harus dipandang sebagai ikhtiar kolektif. Adanya kesadaran akan makna pendidikan dan upaya bersama menyelesaikan problematika pendidikan. Semua elemen masyarakat harus terlibat dalam proses dan dinamika pendidikan. Karena pendidikan bukan program melainkan gerakan moral bersama untuk memajukan harkat dan martabat manusia sekaligus bangsanya.
6. Pendidikan adalah mitra paling strategis revolusi industri 4.0. Kemajuan teknologi dan digitalisasi harus menjadi pemantik akan pentingnya perubahan di dunia pendidikan. Produk pendidikan dan anak didik harus dipersiapkan sebagai ujung tombak dalam menangani perkembangan teknologi sepesat apapun.
Tantangan terbesar yang harus dieksekusi Nadiem Makarim sebagai Mendikbud adalah menjadikan pendidikan di Indonesia harus bertindak adaptif dan kolaboratif. Karena pendidikan tidak berdiri sendiri. Namun menjadi tanggung jawab semua pihak. Era pendidikan 4.0 pada praktiknya tidak boleh lagi menjejali anak didik dengan beragam materi pelajaran. Karena pendidikan bukan untuk mengejar nilai semata lalu melupakan proses. Pendidikan 4.0 adalah sebuah kompetensi, sebuah kreativitas.
Harusnya kini, pendidikan bukan hanya menjadikan produk sekolah dan perguruan tinggi sebagai "jawaban" atas masalah kemanusiaan. Tapi lebih dari itu, pendidikan harus meniadakan orang-orang yang hanya “tahu sedikit tentang banyak hal, tetapi tidak tahu banyak tentang satu hal”. Semangat Pak Nadiem, hadapi tantangan besar dunia pendidikan di Indonesia. Anda pasti bisa !! (kumparan)