Apa Hikmah Pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah, Walau Berbeda Jauh Usianya?
Mungkin dalam benak kita timbul pertanyaan, apa saja hikmah dari pernikahan Rasulullah Sallallahu’alaihi wa sallam dengan Aisyah radhiallahu anha yang masih belia, sedangkan baginda Nabi sudah tua? Untuk menjawab pertanyaan sekaligus rasa penasaran kita, ada baiknya kita membaca paparan Islamqa berikut ini.
Nabi Sallallahu’alaihi wa sallam menikah dengan Aisyah radhiallahu anha setelah beliau menikah dengan Saudah binti Zam’ah radhialla anha. Aisyah adalah satu-satunya istrinya perawan yang dinikahi oleh Nabi sallahu’alaihi wa sallam. Beliau baru menggaulinya ketika dia berumur sembilan tahun.
Di antara keutamaannya radhiallahu anhaa bahwa tidak ada wahyu yang turun kecuali dia yang lebih menguasai dibandingkan wanita lainnya. Dia adalah orang yang paling dicintai Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Diturunkannya (ayat) dari langit ketujuh atas kebebasannya (dari tuduhan zina). Dia merupakan wanita yang paling faqih dan paling pandai, bahkan beliau wanita terpandai dibandingkan seluruh wanita umat ini secara umum. Juga termasuk shahabat Nabi sallallahu’alaihi wa sallam yang paling mulia, karena perkataan dan fatwanya menjadi rujukan.
Adapun kisah pernikahannya, Nabi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam merasa sedih atas kematian Ummul Mukminin Khodijah radhiallahu’anhu. Karena Khadijah menjadi tempat mengadu dan menolongnya, serta membantunya menunaikan tugas. Sehingga tahun saat dia meninggal dunia dinamakan tahun kesedihan. Kemudian Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menikahi Saudah yang sudah tua dan tidak cantik. Beliau menikahinya untuk menghiburnya karena suaminya meninggal dunia, disampng itu, dia hidup di kalangan orang musyrik. Empat tahun kemudian, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menikahi Aisyah radhiallahu’anha, sedangkan beliau waktu itu berumur di atas limapuluh tahun.
Kemungkinan hikmah pernikahnnya adalah berikut ini:
Pertama, bahwa beliau bermimpi menikah dengannya. Terdapat riwayat kuat dalam riwayat Bukhari dari hadits Aisyah radhiallahu anha, sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan kepadanya:
“Aku diperlihatkan dirimu dalam mimpi dua kali. Aku saksikan engkau tersimpan dalam sebuah wadah sutera. Lalu ada yang mengatakan, ini adalaha istrimu. Ketika aku buka, ternyata engkau. Maka aku mengatakan, “Kalau ini dari Allah, maka akan terlaksana.” (HR. Bukhari no. 3682)
Apakah ini termasuk mimpi kenabian seperti dalam zahirnya ataukah ia ditakwilkannya? Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama yang disebutkan oleh Al-Hafidz dalam Fathul Bari, 9/181.
Kedua, Nabi sallallahu alaihi wa sallam menyaksikan bahwa Aisyah radhiallahu anha memiliki tanda-tanda kecerdasan dan kepandaian sejak kecil. Beliau ingin menikah dengannya agar dia lebih mampu menyampaikan kondisi dan ucapan Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Kenyataannya, benarlah demikian. Aisyah radhiallahu anha seperti demikian halnya. Dia menjadi rujukan para shahabat dalam berbagai perkara dan hukum.
Ketiga, kecintaan Nabi sallallahu alaihi wa sallam kepada ayahandanya Abu Bakar radhiallahu anhu atas sikapnya di jalan dakwah dan memegang kebenaran saat menghadapi cobaan, sehingga beliau nyatakan bahwa dia adalah orang yang paling kuat keimanannya dan paling jujur keyakinannya secara umum setelah para nabi.
Jika diperhatikan dari seluruh pernikahannya sallallahu alaihi wa sallam bahwa di antara istrinya ada yang masih kecil, tua, putri musuh bebuyutan, putri teman dekat. Di antara mereka ada yang dirinya sibuk mengurusi pendidikan anak yatim, di antara mereka ada yang mempunyai kelebihan sering puasa dan qiyam. Mereka semua adalah contoh pribadi manusia. Dari profil kehidupan mereka, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mempersembahkan bagi umat Islam syariat bagaimana cara berinteraksi yang tepat pada setiap contoh di antara contoh-contoh manusia ini. (silahkan lihat kitab As-Sirah An-Nabawiyah Fi Dhou’i Al-Mashadir Al-Asliyah, hal. 711)
Adapun masalah usia Aisyah radhiallahu anha yang terlalu dini, ketahuilah bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam tumbuh di Negara (iklim) panas yaitu di bumi Jazirah (Arab). Umumnya, di negara panas, seringkali usia balig lebih cepat, sehingga menikahnya lebih cepat. Begitulah orang-orang yang ada di Negara Jazirah sampai waktu dekat ini. Hal ini berdampak perbedaan para wanita dari sisi penampilan dan kesiapan fisik dalam masalah ini. Di antara mereka ada perbedaan yang sangat besar sekali.
Kalau kita memperhatikan, Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak menikahi gadis selain Aisyah radhiallahu anha, semua istrinya yang lain telah menikah sebelumnya. Maka hal itu akan dapat menghilangkan isu kebanyakan orang yang mencela bahwa pernikahan Nabi sallallahu alaihi wa sallam bahwa landasan dasarnya adalah hawa nafsu dan tujuannya untuk menikmati wanita semata. Kalau ini yang menjadi tujuannya, maka dia tidak akan memilih semua atau sebagian besar istrinya agar terpenuhi sifat cantik dan menarik dari sisi keperawanan dengan kecantikan luar biasa, atau semisal itu dari ukuran fisik yang akan pudar.
Celaan seperti ini kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam dari orang yang penyayang, berasal dari orang kafir dan semisalnya, menunjukkan kelemahan mereka untuk mencela syariat dan agama yang beliau bawa dari Allah Ta’ala. Mereka berusaha mencari-cari celaan dalam perkara luar. Akan tetapi Allah tidak rela melainkan tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.
Wabillahit taufiq, semoga shalawan dan salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam.
Sebagai tambahan silahkan lihat Zadul Ma’ad, 1/106.
Demikian beberapa hikmah dari pernikahan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dengan Aisyah radhiallahu anha, yang dari segi usia berbeda jauh. Semoga menambah kecintaan kita kepada Islam dan Rasulullah sang pembawa risalah-Nya.
Nabi Sallallahu’alaihi wa sallam menikah dengan Aisyah radhiallahu anha setelah beliau menikah dengan Saudah binti Zam’ah radhialla anha. Aisyah adalah satu-satunya istrinya perawan yang dinikahi oleh Nabi sallahu’alaihi wa sallam. Beliau baru menggaulinya ketika dia berumur sembilan tahun.
Di antara keutamaannya radhiallahu anhaa bahwa tidak ada wahyu yang turun kecuali dia yang lebih menguasai dibandingkan wanita lainnya. Dia adalah orang yang paling dicintai Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Diturunkannya (ayat) dari langit ketujuh atas kebebasannya (dari tuduhan zina). Dia merupakan wanita yang paling faqih dan paling pandai, bahkan beliau wanita terpandai dibandingkan seluruh wanita umat ini secara umum. Juga termasuk shahabat Nabi sallallahu’alaihi wa sallam yang paling mulia, karena perkataan dan fatwanya menjadi rujukan.
Adapun kisah pernikahannya, Nabi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam merasa sedih atas kematian Ummul Mukminin Khodijah radhiallahu’anhu. Karena Khadijah menjadi tempat mengadu dan menolongnya, serta membantunya menunaikan tugas. Sehingga tahun saat dia meninggal dunia dinamakan tahun kesedihan. Kemudian Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menikahi Saudah yang sudah tua dan tidak cantik. Beliau menikahinya untuk menghiburnya karena suaminya meninggal dunia, disampng itu, dia hidup di kalangan orang musyrik. Empat tahun kemudian, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menikahi Aisyah radhiallahu’anha, sedangkan beliau waktu itu berumur di atas limapuluh tahun.
Kemungkinan hikmah pernikahnnya adalah berikut ini:
Pertama, bahwa beliau bermimpi menikah dengannya. Terdapat riwayat kuat dalam riwayat Bukhari dari hadits Aisyah radhiallahu anha, sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan kepadanya:
أُريتك في المنام مرتين أرى أنك في سرقة من حرير ويقال : هذه امرأتك ، فاكشف عنها فإذا هي أنت فأقول إن يك هذا من عند الله يمضه [ رواه البخاري برقم 3682 ]
Apakah ini termasuk mimpi kenabian seperti dalam zahirnya ataukah ia ditakwilkannya? Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama yang disebutkan oleh Al-Hafidz dalam Fathul Bari, 9/181.
Kedua, Nabi sallallahu alaihi wa sallam menyaksikan bahwa Aisyah radhiallahu anha memiliki tanda-tanda kecerdasan dan kepandaian sejak kecil. Beliau ingin menikah dengannya agar dia lebih mampu menyampaikan kondisi dan ucapan Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Kenyataannya, benarlah demikian. Aisyah radhiallahu anha seperti demikian halnya. Dia menjadi rujukan para shahabat dalam berbagai perkara dan hukum.
Ketiga, kecintaan Nabi sallallahu alaihi wa sallam kepada ayahandanya Abu Bakar radhiallahu anhu atas sikapnya di jalan dakwah dan memegang kebenaran saat menghadapi cobaan, sehingga beliau nyatakan bahwa dia adalah orang yang paling kuat keimanannya dan paling jujur keyakinannya secara umum setelah para nabi.
Jika diperhatikan dari seluruh pernikahannya sallallahu alaihi wa sallam bahwa di antara istrinya ada yang masih kecil, tua, putri musuh bebuyutan, putri teman dekat. Di antara mereka ada yang dirinya sibuk mengurusi pendidikan anak yatim, di antara mereka ada yang mempunyai kelebihan sering puasa dan qiyam. Mereka semua adalah contoh pribadi manusia. Dari profil kehidupan mereka, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mempersembahkan bagi umat Islam syariat bagaimana cara berinteraksi yang tepat pada setiap contoh di antara contoh-contoh manusia ini. (silahkan lihat kitab As-Sirah An-Nabawiyah Fi Dhou’i Al-Mashadir Al-Asliyah, hal. 711)
Adapun masalah usia Aisyah radhiallahu anha yang terlalu dini, ketahuilah bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam tumbuh di Negara (iklim) panas yaitu di bumi Jazirah (Arab). Umumnya, di negara panas, seringkali usia balig lebih cepat, sehingga menikahnya lebih cepat. Begitulah orang-orang yang ada di Negara Jazirah sampai waktu dekat ini. Hal ini berdampak perbedaan para wanita dari sisi penampilan dan kesiapan fisik dalam masalah ini. Di antara mereka ada perbedaan yang sangat besar sekali.
Kalau kita memperhatikan, Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak menikahi gadis selain Aisyah radhiallahu anha, semua istrinya yang lain telah menikah sebelumnya. Maka hal itu akan dapat menghilangkan isu kebanyakan orang yang mencela bahwa pernikahan Nabi sallallahu alaihi wa sallam bahwa landasan dasarnya adalah hawa nafsu dan tujuannya untuk menikmati wanita semata. Kalau ini yang menjadi tujuannya, maka dia tidak akan memilih semua atau sebagian besar istrinya agar terpenuhi sifat cantik dan menarik dari sisi keperawanan dengan kecantikan luar biasa, atau semisal itu dari ukuran fisik yang akan pudar.
Celaan seperti ini kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam dari orang yang penyayang, berasal dari orang kafir dan semisalnya, menunjukkan kelemahan mereka untuk mencela syariat dan agama yang beliau bawa dari Allah Ta’ala. Mereka berusaha mencari-cari celaan dalam perkara luar. Akan tetapi Allah tidak rela melainkan tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.
Wabillahit taufiq, semoga shalawan dan salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam.
Sebagai tambahan silahkan lihat Zadul Ma’ad, 1/106.
Demikian beberapa hikmah dari pernikahan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dengan Aisyah radhiallahu anha, yang dari segi usia berbeda jauh. Semoga menambah kecintaan kita kepada Islam dan Rasulullah sang pembawa risalah-Nya.