Masjid Pertama di Athena Setelah 150 Tahun

Akhirnya, Muslim di Kota Athena, sedikit lega. Untuk pertama kalinya setelah 150 tahun, ibu kota Yunani itu akan memiliki masjid setelah parlemen Yunani menyetujui pembangunan masjid dengan anggaran Negara. Selama ini pembangunan masjid di Athena selalu mengalami ganjalan. Tentu sangat ironis, mengingat Yunani, dikenal sebagai tempat lahirnya DEMOKRASI.

Keinginan warga Muslim di Athena ini mungkin akan segera terjawab karena pemerintah telah berencana mengalokasikan bekas barak tentara sebagai masjid. Pembangunan masjid diperkirakan menelan biaya sekitar US$ 1 Juta atau setara dengan Rp 13,1 milyar. Pembangunan masjid di Athena, menurut para pendukung, untuk mencegah potensi radikalisasi oleh ribuan pengungsi baru yang saat ini hidup di Athena.

Adapun oposisi dari kelompok konservatif dan sayap kanan, seperti Partai Golden Dawn dan Gereja Ortodoks Yunani—agama resmi Negara yang berada di Mediterania—menolak pembangunan masjid di Athena. Sebenarnya, pemerintah Yunani pernah mengajukan pembangunan masjid pada tahun 2006. Namun tidak berlanjut karena ada gugatan hokum.

Athena merupakan satu-satunya kota di wilayah Uni Eropa yang tidak memiliki masjid, meski di kota itu hidup sekitar 300 ribu Muslim. Sebagian mereka berasal dari Negara-negara Balkan.

Selama lebih dari satu abad, Muslim di Athena beribadah dengan mengubah bangunan seperti lantai dasar atau rumah menjadi masjid. Terakhir kali Athena memiliki sejumlah masjid pada masa pemerintahan Khil4f4h Utsmani yang berakhir pada tahun 1829. Masjid-mesjid itu kemudian berubah fungsi menjadi museum seni tradisional, penjara, barak tentara, dan gudang.

Mesjid dianggap “tidak sesuai dengan budaya Yunani”, Negara yang lebih 90 persen warganya menganut Kristen Ortodoks. Namun ketika Yunani juga berfungsi sebagai pintu masuk pendatang ke Uni Eropa, jumlah warga Muslim di Negara ini makin besar.

Persinggungan Yunani dengan Kekhilafahan Utsmani
Kehadiran Islam di Yunani tidak bisa dilepaskan dari futuhat yang dilakukan Kekhilafahan Utsmani. Namun, setelah kekuasaan Kekhilafan Utsmani berakhir, tekanan terhadap umat Islam di wilayah itu semakin meningkat. Satu wilayah yang masih tampak jelas jeka-jejak kekhilafahan Islam di sana adalah wilayah “Thrace area of Greece”, yang meliputi wilayah Komotini, Xanthi, Alexandroupolis, dan Soufli.

Di Xanthi ada sebuah desa yang dihuni kaum Pomak yang juga disebut “Kampung putih” dengan mayoritas penduduknya muslim. Pomak sendiri adalah suku atau etnis asli Muslim Slavic yang ada di empat Negara, yaitu Bulgaria, Turki, Albania, dan Yunani. Bahasa asli mereka adalah bahasa Bulgaria, juga bahasa Turki dan Yunani sebagai bahasa kedua. Populasi suku Pomak di Xanthi sendiri berkisar antara 30.000-35.000 orang. Di wilayah Thrace area of Greece sendiri banyak dijumpai masjid.

Muslim Yunani di wilayah Thrace termasuk di “kampong putih” Xanthi adalah warga asli Yunani yang memang beragama Islam. Hal tersebut tak terlepas dari adanya pengaruh Kekhilafahan Utsmani yang memang pernah Berjaya di Eropa pada abad ke-15.

Bermula ketika pasukan Kekhilafahan Utsmani menduduki wilayah pegunungan di Xanthi, awalnya hanya enam penduduk asli Xanthi yang beragama Islam, hingga sekitar abad ke-16 dan 17 banyak penduduk Pomak yang masuk Islam dan bergabung dengan Utsmani.

Penduduk Pomak mendatangi pemimpin Utsmani untuk memberi tahu keputusannya masuk Islam, tapi pemimpin Utsmani mengirim mereka ke “Greek bishop of Philippoupolis Gabriel” (1636-1672).

Tetapi pemimpin Greek Bishop tidak bisa mengubah keputusan dan pemikiran masyarakat Pomak yang akhirnya tetap memeluk agama Islam dan bergabung dengan Kekhilafahan Utsmani untuk berperang melawan Bulgaria yang telah menyengsarakan mereka. Kemudian menurut tradisi lisan Yunani dari Philippoupolis, upacara khitanan massal pun diadakan di depan masjid tua di dekat gedung pemerintahan, dan akhirnya para penduduk desa tersebut pun menjadi Muslim. (Media Umat 178, dari berbagai sumber)


Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih