Subhanallah, Ternyata Penulis Buku I Wanted to See itu Seorang Buta

amazon.com
Saya pernah membaca buku dengan judul “ I Wanted To See”, yang pernah best seller di jamannya, karangan Borghild Dahl. Buku lama terbitan tahun 70-an, yang saya peroleh seharga 5 ribu dari penjual buku loakan di Jalan Dewi Sartika Bandung. He..he..murah meriah deh. Isinya menarik, mengajarkan untuk bersyukur atas segala anugerah. Tapi yang lebih menarik lagi, ternyata buku ini ditulis oleh seorang wanita yang praktis telah buta selama lebih dari 50 tahun.


Ceritanya begini…..

Dia hanya memiliki satu mata yang “agak” normal. Dengan satu mata itupun hanya melihat samar-samar dari celah kecil mata sebelah kiri. Hanya dapat melihat buku dengan memegangnya sampai ke dekat muka dan apabila hendak membacanya harus memaksa mata sebelah kiri itu sekuat tenaga.

Hebatnya, dia tidak mau bersedih hati dan dikasihani, dan tidak mau “dibedakan”dengan orang lain. Ketika masih anak-anak dia ingin sekali bermain galah dengan gadis-gadis kecil lainnya. Tapi dia tidak dapat melihat garis-garis di tanah. Apabila anak-anak lain telah pulang, dia mencoba meraba-raba tanda di tanah sambil membungkuk melihatnya dekat-dekat dengan mata. Dia ingat betul segala sesuatu di lapangan tempat mereka bermain itu.

Di rumah dia membaca-baca buku pelajaran meski dengan susah payah. Dia menerima dua diploma, B.A dari Universitas Minnesota dan Master of Arts (MA) dari Universitas Collumbia.

Selanjutnya…….

Dalam ingatannya, selalu terdapat rasa takut yang mengancam, takut kepada buta total. Untuk mengatasi rasa takut ini ia selalu bergembira hati, melapangkan hati, dan menempuh sikap ikhlas atas segala kekurangannya dan ia selalu syukur akan segala yang ia miliki.

Tahun 1943, ketika berumur 52 tahun, keajaiban terjadi pada dirinya: operasi mata yang ditempuhnya di Mayo Clinic berhasil dengan  baik dan dia dapat melihat empat puluh kali lebih baik dari sebelumnya.

Dunia yang menarik ini terbuka baginya. Kini ia merasakan bahwa mencuci piring di dapur pun member pengalaman dan kenikmatan tiada tara. Ia mencuci piring dan bermain-main dengan busa sabun dalam panci. Ia benamkan tangannya ke dalam, terjadilah bola-bola sabun ditangannya. Ia angkat ke atas dan ditatapkan pada cahaya….alangkah indahnya. Penuh warna…..

Refleksi….
Bayangkan, seorang penulis yang nyaris buta bias berkarya besar, dengan perjuangan dan semangat yang tak kenal menyerah. Ketika sudah dapat melihat, begitu menikmati dan mensyukuri sekecil apapun keadaan atau pekerjaan. Sedangkan panca indera kita lengkap dan kita hidup dikelilingi keindahan, tapi kita buta….tak mampu melihat dan menemukan keindahan itu untuk dinikmati. Bahkan yang kita cari justru barang-barang yang tidak kita miliki……

Syukur….syukur…..dan senantiasa bersyukur. Itulah sebaik-baik jalan yang mesti ditempuh. Kisah sederhana ini tak hendak menggurui, hanya menjadi bahan renungan bagi saya khususnya dan pembaca semua pada umumnya.