Sebab Sampai Mati, Tugas Suami Membimbing Istri

Berbicara tentang peran suami, terkadang saya kelu. Membayangkan apa yang saya ucapkan atau tuliskan, hanya sederet kata-kata, yang mungkin jauh panggang dari api.

Tapi optimis tetap ada, bahwa semua itu akan menjadi pemicu dan pemacu untuk meningkatnya kebaikan sikap.

Dalam Islam, suami adalah pemimpin bagi istrinya. Yang namanya pemimpin, pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Seisi rumah adalah amanah bagi lelaki yang dengannya Allah menguji, sejauh mana peran kepemimpinannya dijalankan sesuai koridor syari'at.

Tentu di situ ada hak dan kewajiban masing-masing. Kewajiban suami adalah hak bagi istrinya, dan sebaliknya, hak suami adalah kewajiban bagi istrinya.

Jika ini berjalan semestinya, kehidupan keluarga akan sakinah, mawaddah, penuh rahmat. 

Lalu Apa yang harus suami katakan kepada istrinya, agar istri paham kewajibannya, dan suami pun paham akan kedudukannya dalam rumah tangga?

Berikut gambaran komitmen suami kepada istrinya, ditulis dengan penuh CInta 💙 oleh seorang Pengemban Dakwah.

Untukmu, isteriku!

Karena suami adalah pemimpin di rumah tangga, maka Mulai dari jawab itu diucap, maka bukan hanya kisah kasih kita jadi halal. Tapi pendidikan, makan, pakaian, keamanan, kenyamanan dan bahagia pun tertanggung juga.

Sejak itu, dosamu adalah dosaku juga, kesalahanmu itu kesalahanku juga. Lelaki itu penguasa-nya wanita, begitu tegas Allah nyatakan. Lelaki akan ditanya atas pengurusannya kepada keluarga.

Jadi sejatinya pernikahan itu adalah ibadah, dengan memikul tanggung jawab yang lebih. Jangan hanya dibayangkan sebagai tambahan kenikmatan belaka.

Adapun sakinahmnya suami, sebab dia sudah menggenapi tugasnya untuk melindungi, mencukupi, membuat nyaman, membimbing, mengarahkan hidup agar di jalan Allah.

Maka sejak kata SAH itu terucap, tak ada yang perlu ditanya, dalam kesalahan istri, kecuali suaminya. Tak ada yang lebih perlu mengevaluasi kecuali suaminya.

Jangan menikah bila tak siap bermasalah. Karena menikah itu tambahan amanah. Dan dalam tiap amanah, akan ada ujian yang Allah titipkan untuk jadi ladang barakah.

Barakah itu bertambahnya kebaikan, dan tak ada kesempatan berbuat baik, bila tak ada ujiannya. Jadi yang menikah sudah pasti harus siap bermasalah, dan menyelesaikannya.

Wajar bila kita sakit ketika diuji dalam pernikahan, sakit itu tanda cinta. Karena hanya yang dicintai yang bisa menyakiti. Yang menentukan nilai bukan persoalan, tapi jawaban.

Apa jawaban kita saat sakit? Apakah balas menyakiti dengan kata-kata lebih kasar? Perilaku lebih sadis? Ataukah mencari pemecahan yang kontributif sekaligus kuratif?

Pedoman masalah itu jelas, selama kita masih punya komitmen akan tujuan yang sudah kita sepakati, maka kita pasti akan baik-baik saja, apapun ujiannya.

Tapi hidup tak semudah teori. Di hari kiamat, di hadapan Allah mungkin istriku adalah orang yang paling saya harapkan untuk ridha atas semua kesalahan saya.

Sebab itulah, semasa di dunia, apapun kesalahan yang pernah dan akan dia buat. Saya selalu berusaha untuk maafkan dan ridha

Sebab sampai mati, tugas suami memang membimbing. Allahummaghfirlanaa..

#rumahtangga 
#nikah
#abufadli 

Tulisan inspiratif bisa Anda baca di SINi