Aku, Al-Akhyar, Al-Maa'uun, SDN Mande 3, dan SMPN 1 Mande

Antara Aku, MTs Al Akhyar, MTs Al Maa'uun, SDN Mande 3, dan SMPN 1 Mande.  Artikel ini hanya sebuah memoar perjalananku menjadi pendidik, menjadi bagian dari "sejarah" lembaga-lembaga pendidikan tersebut, karakter lembaga, dan gemblengan nilai yang tertanam dalam jiwaku. Semuanya, atas izin Allah, menjadi bagian dari "puzzle" hidupku, yang disusun dengan penuh peluh, juga air mata.

MTs. Al-Akhyar, Sukaluyu.

Tahun 1995, tepat sebulan pasca kelulusanku dari SMAN Ciranjang, kumulai belajar untuk mengajar. Di bawah bimbingan Pak KH Asmu'i, pimpinan pesantren Al Akhyar dan Pak H. Dedi Nasrudin, aku bersama Pak Sayuti, Pak Usep Jubaedi, Pak Ade Faiz, menjalankan roda pendidikan di madrasah ini.

Justru di sinilah ada dua skill yang terasah, skill menulis kaligrafi dan skill menulis dan membaca puisi.

Skill kaligrafi tentu tak aneh, Al Akhyar ini termasuk sentranya pendidikan kaligrafi Kabupaten Cianjur. Sedangkan skill puisi terasah bersama Kang Epit ( Ade Faiz) yang memiliki hobi yang sama dalam sastra.

Sayang, kebersamaan ini hanya sampai 1997. Aku resign karena ada amanah lain di MTs. Al Maa'uun.

MTs. Al Maa'uun Mande



Caption: Aku, Bu Rita Nurazizah, Pak Ayi Supriatin, Bu Siti Jenab, dan anggota Klub Kangguru Radio English

Tahun 1996 adalah tahun ketika MTs. Al Maa'uun memulai aktivitas pendidikannya. Di sisi guru, aku, Pak  Ayi Supriatin, Pak Asep Kusmiadi, Pak Asep Badrudin, Pak Usep Jubaedi, Pak Usep Shofiyulloh, Pak Amud Mahmudin, Pak Ujang Saepudin, Pak Syarif, Pak Edi Junnaedi, Pak Endang Sopyan, Bu Rita Nurazizah,  adalah beberapa di antara banyak guru yang termasuk perintis lembaga ini.


Di tahun-tahun berikutnya, hadir tenaga baru. Ada Bu Nia Sugiantara, Bu Siti Jenab (Bu Nenden), yang memperkuat skuat MTs. Al Maa'uun.

Dalam kurun waktu pengabdianku di Al Maa'uun, 1996-2005, masya Allah banyak sekali tempaan bagi hidupku.

Di bawah bimbingan Pak Ade Rusliansyah sebagai kepala madrasah, aku yang masih sangat "mentah", juga dengan teman seperjuangan, banyak belajar segala hal. Yang utamanya, memahami arti pengorbanan. Sebagai "guru" yang belum memiliki ijazah guru (aku dan beberapa kawan, justru baru kuliah di tahun 1996, sambil ngajar), menjadi tantangan tersendiri.

Selain ilmu, pengalaman, dan juga pembentukan karakter, semua didapatkan. Tapi ada juga sesuatu yang spesial bagiku, di akhir 1999, aku resmi menjadi suami bagi kakak yang adiknya adalah muridkuπŸ˜€πŸ˜πŸ˜πŸ˜„πŸ˜„

Perjuanganku di MTs. Al Maa'uun, harus terhenti di tahun 2005, karena ada amanah negara yang harus kutunaikan, menjadi PNS di SD negeri Mande 3.

SD Negeri Mande 3 

Di salah satu sudut SDN Mande 3, 12 tahun yang lalu

Juni 2005 kumulai perjalanan sebagai PNS di SDN Mande 3. Segenap pengalaman di sekolah-sekolah sebelumnya, menjadi modal untuk memulai karir profesional. Semacam pembuktian kinerja.

Sesuai prinsipku, di manapun tempat kerja, di situlah profesionalitas harus dijalankan, termasuk di sekolah ini.

Bersama Pak Jamaludin, Pak Atab Tabrani, Pak Agus, Bu Deudeu Umi Kulsum, Bu Imas Rialis, Bu Rohmah, Bu Nia, Bu Ucu Halimah, Bu Ida Rosidah, Pak Jafar, dan yang lainnya, serta di bawah bimbingan Pak DA Syahbudin sebagai kepala sekolah, alhamdulillah, aku menjadi salah satu bagian yang menjadikan SDN Mande 3, satu-satunya sekolah standar nasional dengan sederet prestasi.

Dari Pak DA Syahbudin lah aku banyak belajar tentang manajemen organisasi. 

Di SDN Mande 3, aku diberi kebebasan untuk mencurahkan segala potensi yang dimiliki. Mengembangkan inovasi pembelajaran, bukan hanya untuk internal sekolah, namun juga berimbas ke sekolah lain di Mande, bi idznillah. KKG PAI menjadi wadah yang hidup dan dinamis, dengan segala pencapaian positif.

Di sekolah inipun aku merintis sebuah TKA-TPA yang diberi nama Khoiru Ummah, Umat Terbaik.

Bersama Bu Lia Siti Syamsiah, Bu Yeni Fujiati, mengelola TKA-TPA di SD Mande 3


Namun, Selain potensi yang terasah, di sini pun ketahanan diri diuji. Makin tinggi pohon, makin kencanglah angin menghembus. Makin "sukses" prestasi, makin besar ujian yang datang. Begitulah, sunatullahnya, menurutku.

Sebuah pergulatan jiwa atas segala ujian dari internal dan eksternal diri. Diri yang belum matanglah menjadi satu sebab tumbang diterjang ujian. 

Sebenarnya, Dari segi finansial, alhamdulillah job demi job "dari kuli" membuat administrasi guru PAI banyak guru di Mande, juga peraga pembelajaran, tak reda. Kuli membuat soal-soal ujian, sebuah job rutin. "Jabatan" ada di genggaman.

Namun semua itu seakan tak berarti, dibanding harus kehilangan yang lebih berharga. 

Insya Allah dengan bimbingan Allah melalui istikhoroh demi istikhoroh, aku harus memutuskan sesuatu. Menghentikan sesuatu dan memulai sesuatu yang lain. 

Pertengahan Agustus 2013, aku menutup semua pintu "ujian" tadi. Menghapusnya, dan harus memulai sesuatu yang baru, demi sesuatu yang "lebih berharga". 

Pengajuanpun ku layangkan kepada pimpinan dua sekolah. Pengajuan pengunduran diri dari SDN Mande 3, sekaligus pengajuan bakti ke SMPN 1 Mande, almamaterku.

Berat bagi semua. Juga Pak DA (kini almarhum), tak kuasa beliau meneteskan air mata ketika menandatangani surat pengunduran diri ini,  setelah 8 tahun membangun kebanggaan bersama. Ada rekan yang terpana, tak percaya, tak rela.

But, the show must go on. Semua harus kutempuh demi menebus hutang-hutangku kepadanya: hutang komitmen, hutang kesetiaan, hutang atensi, 

SMP Negeri 1 Mande

Tahun 2016, bersama rekan guru SMPN 1 Mande

1 September 2013, "sejarah" baru mulai kuukir. Menjadi salah satu bagian dari sekolah terbesar di Mande, adalah kebanggaan sekaligus tantangan. Apalagi SMPN 1 Mande adalah tempatku menuntut ilmu di kurun 1989-1992, di mana di sini masih ada guru-guruku, Bu Hj Teti Hermiati, Bu Trisnawati, Bu Destiani, Pak Atep Suparman, Bu Hj Rina, Pak Misbah, Pak H Atet, dan yang lainnya. Juga Pak Wahyu, adalah guru pramukaku.

Ini hadiah dari Allah. Ku dipertemukan dengan guru-guru, sahabat-sahabat yang baru, dengan karakter baru, dan suasana yang baru. Sekaligus pembuktian ke sekian kalinya tentang makna profesional.

Kini 7 tahun berlalu. Melihat masa lalu yang bertabur peluh, suka, duka, dan juga luka, menjadi gambaran untuk menatap dan melangkah ke depan, menghindari sekuat mungkin apapun yang menyebabkan terjatuh kembali ke dalam jebakan yang sama. 

Di sini, di sekolah ini, adalah proses mematangkan diri, sejalan dengan bertambahnya usia. Berkembang bersama dengan sahabat-sahabat yang memiliki himmah yang sama. Di sini, terbangun sebuah keluarga.

Saat ini, Saatnya menghapus catatan yang menyakitkan, coretan yang melukai, membuka lembaran kertas yang baru, dan memulai kembali menorehkan tinta, penuh cinta.

Menguatkan azam untuk melunasi "tunggakan-tunggakan" kepada dia yang berharga, yang rela membersamai sedari memulai langkah awal, tunggakan yang dulu tak tertunaikan. 

Epilog

Ini tak sekedar cerita perjalananku menjadi guru, namun lebih dari itu. Bagiku, ini adalah tentang kesiapan memulai langkah kehidupan walau dengan segala keterbatasan, tentang dahsyatnya ujian, tentang keberanian memutuskan, dan harapan.

Entah apa rencana Allah selanjutnya  apakah aku tetap di sini, menyelesaikan semuanya di sini hingga purna, atau bahkan dipanggil sebelum berakhir. Atau Allah mementukan lain, yang terbaik tentunya.

Tergiur dengan kesetiaan Bu Hj Teti, Bu Destiani, Bu Mae, dan yang lainnya, yang mematok hanya satu tempat berbakti hingga usai. Bagaimana denganku?

Wallahu a'lam. Yang jelas di sini aku memiliki sahabat-sahabat luar biasa, yang sayang jika ditinggalkan.

Barokallohu lana wa lakum




Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih