Mengenal Lebih Dekat Kampung Pulo, Candi Cangkuang, dan Penyebaran Islam di Wilayah Tersebut

Berkesempatan ngobrol santai dengan salah seorang penduduk kampung adat "Kampung Pulo", Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Beliau dipanggil Pak Tatang, satu dari 7 keluarga yang ada di "lembur" tersebut. 

Ya, di Kampung Pulo, yang merupakan satu kesatuan dengan kawasan situs sejarah Candi Cangkuang ini, hanya ada enam rumah plus satu mesjid. Penduduknya adalah cucu buyut dari Embah Dalem Arif Muhammad, yang pusaranya tepat di samping kanan Candi Cangkuang.

Kampung Pulo masih mempertahankan adat karuhun dalam hal rumah misalnya. Bangunan jaman baheula berbentuk panggung, serba kayu dan bambu, dan atap dari daun ilalang.  Begitu perkakas rumah tangga yang masih tradisional.

Untuk menumbuk padi, sebagaimana jaman dulu, mereka masih menggunakan alu dan lesung. Di setiap rumah, ada teras besar, dan untuk naik ke teras menggunakan "golodog", sebuah titian mirip tangga terbuat dari kayu. Yang unik juga, untuk penerangan di dalam rumah, mereka masih menggunakan "cempor", lampu minyak tanah.

Pintu keluar Kampung Pulo

Obrolan dengan Pak Tatang  seru juga. Selain membicarakan keseharian penduduk Kampung Pulo, dengan segala kesederhanaannya. Namun ada satu hal yang menarik bagi saya, bagaimana para pendahulu mereka yang beragama Hindu, bisa hijrah menuju Islam, dan tetap istiqomah dalam agama ini, sampai ke cucu buyutnya, sampai sekarang. Mesjid di Kampung Pulo benar-benar berfungsi dan difungsikan sebagai tempat ibadah, walau penduduknya hanya 7 keluarga.

Mengenal Candi Cangkuang



Dikutip dari Pikiran Rakyat, bahwa Candi Cangkuang adalah artefak peninggalan dari dua agama, Hindu dan Islam.

Peninggalan agama Hindu di sana adalah patung Dewa Siwa yang diperkirakan berasal dari abad VIII, yang ada di dalam candi tersebut. Sementara peninggalan Islam berasal dari abad XVII dan merupakan makam dari Eyang Embah Dalem Arief Muhammad. Ia adalah penyebar agama Islam pertama di wilayah tersebut.

Artefak-artefak di situs Candi Cangkuang ditemukan oleh arkeolog Uka Tjandrasasmita. Ia berpedoman pada buku kuno yang menyebutkan adanya peninggalan sejarah di situs Cangkuang. Peninggalan itu adalah patung Dewa Siwa dan makam Eyang Arief Muhammad yang ditemukan 9 Desember 1966.

Mengenal Embah Dalem Arif  Muhammad



Pada mulanya, Embah Dalem Arief Muhammad merupakan panglima perang Kerajaan Mataram yang ditugaskan oleh Sultan Agung untuk menyerang VOC di Batavia. Namun, karena kalah dan takut mendapatkan sanksi apabila pulang ke Mataram, Embah Dalem Arief Muhammad memutuskan untuk bersembunyi di Cangkuang.

Ketika berada di daerah tersebut, masyarakat sekitar menganut agama Hindu serta animisme dan dinamisme. Abad XVII kemudian masyarakat diislamkan. Upaya tersebut dilakukan secara bertahap, karena ketika itu kemenyan dan sesaji masih digunakan.

Bukti penyebaran dan pengajaran agama Islam oleh Embah Dalem Arief Muhammad dipamerkan di museum kecil yang ada di dekat makam keramat. Di museum tersebut terdapat naskah Alquran dari abad XVII dari daluang atau kertas tradisional dari batang pohon saeh (Broussanetia papyrifera vent).

Selain itu, juga terdapat naskah kotbah Idulfitri dari abad yang sama sepanjang 167 sentimeter yang berisi keutamaan puasa dan zakat fitrah.

Warga adat yang mendiami Kampung Pulo saat ini berjumlah 23 orang yang terdiri atas 10 perempuan dan 13 laki-laki. Mereka merupakan generasi ke-8, ke-9, dan ke-10 dari Embah Dalem Arief Muhammad.

Bangunan di Kampung Pulo terdiri atas 6 rumah dan 1 musala. Jumlah tersebut merupakan simbol dari jumlah anak Embah Dalem Arief Muhammad yang memiliki enam anak perempuan dan satu laki-laki.

Menikmati Keindahan Alam Cangkuang



Untuk bisa sampai ke kawasan situs Candi Cangkuang dan Kampung Pulo, kita menggunakan rakit yang besar. Melewati situs yang berkedalaman 2-4 meter. Dikayuh oleh "amang rakit" menggunakan galah dari bambu sepanjang sekitar 10 meter. Perjalanan menggunakan rakit ini sekitar 5 menit.

Di kawasan situs Candi Cangkuang, disediakan taman yang berlatar rumput sintetis, bangku-bangku, dan semuanya indah untuk dijadikan tempat selfie-selfie.


Tiket Masuk, biaya rakit, dan parkir

Untuk memasuki kawasan wisata ini kita dikenakan tarif masuk sebesar Rp 5000 per orang, dan harga yang sama untuk sewa rakit. Sedangkan parkir mobil dikenakan biaya Rp 7000.

Dan alhamdulillah, khusus untuk saya bersama keluarga dan "rombongan", bisa free dari biaya ini. Timbal baliknya, ya tulisan ini😀

Yups, demikian perjalanan ke Candi Cangkuang dan Kampung Pulo ini saya ceritakan melalui tulisan sederhana, walau tak utuh menggambarkan semuanya. Semoga bermanfaat.

Terima kasih kepada:
1. Tiketing Candi Cangkuang
Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih