Mengulik Makna Puisi Ketika Persiapan Kematian Hanya Wacana
Padahal kita faham betul dengan banyak nash yang menerangkan bahwa kematian adalah nasehat terbaik bagi kita, dan kematian pun adalah pemutus kenikmatan. Bahkan orang mukmin yang banyak mengingat mati dan mempersiapkan perbekalannya untuk kehidupan setelah kematian, adalah orang yang cerdas.
Nabi yang mulia bersabda:
الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِArtinya: “Orang cerdas adalah orang yang rendah diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, dan orang lemah adalah orang yang mengikutkan dirinya pada hawa nafsunya dan berangan-angan atas Allah,” [HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَArtinya: “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu mengingat kematian”. [HR Tirmidzi, Nasai, Ahmad dan Ibnu Majah, No. 4.258 ].
Menjadi Kewajiban, Banyak Mengingat Kematian
Banyak nash yang memberitakan sebuah kepastian, kita akan berjumpa dengan kematian. Bahkan dalam kenyataan, ada orang-orang tercinta yang dipanggil lebih dahulu. Ada sahabat, tetangga, yang mendahului menemui Sang Pencipta. Kita perlu diingatkan dengan bebagai cara, agar selalu ingat akan hari perpisahan dengan dunia. Salah satunya dengan puisi.
Adalah sebuah puisi yang bejudul "Ketika Persiapan Kematian Hanya Wacana dan Rencana", sebuah upaya muhasabah dari seorang guru, Nina Gartina. Sebuah puisi yang berbicara mengenai kepastian kematian. Namun di sisi lain, "menertawakan" diri yang meyakini kepastian itu namun persiapan menyongsong pemutus kenikmatan dunia tersebut, kebanyakan masih wacana dan rencana. Banyak abai dan menunda.
Ketika Persiapan Kematian Hanya Wacana dan Rencana
Karya Nina Gartina
Karena belum taat
Selalu terperanga
Saat dengar kabarnya
Degup dada tak lagi berirama
Tetiba hanya sesak yang ada
Penopangpun tanpa daya
Diri sering berwacana
Ayolah persiapan
Baikmu jangan hanya rencana
Jemantik ini pasti kan berkata
Mata ini pasti tak kan berdusta
Kau raih semua yang kau mau
Sayang, kau tunda semua yang oleh-Nya seru
Duhai nafsu
Seringnya lena dunia, sukar dielakkan
Terasa semua akan terus bertahan
Dikejar, tanpa banyak alasan
Tetiba, degup ini diambil kembali oleh-Nya
Bahagiakah karena wacana dan menunda?
Tak banyak kata yang bisa saya ungkap untuk menanggapi puisi di atas. Hati meyakini bahwa mati itu pasti, namun tetap saja Karena belum taat, Selalu terperanga Saat dengar kabarnya. Degup dada tak lagi berirama, Tetiba hanya sesak yang ada.
Kematian adalah pintu menuju alam keabadian. Kita akan menempuh jalan yang amat panjang yang memerlukan bekal iman dan amal. Lalu Diri sering berwacana, dan hati menyemangati, Ayolah persiapan. Jiwa berkata, Baikmu jangan hanya rencana.
Namun nafsu memburu dan menipu, seolah dunia surga yang diidamkan Seringnya lena dunia, sukar dielakkan. Terasa semua akan terus bertahan. Dikejar, tanpa banyak alasan. Kita lalai, kita abai.
Bagaimana jika Tetiba, degup ini diambil kembali oleh-Nya. Bagaimana jika ajal menjemput, tanpa aba-aba, tanpa tanda-tanda. Bahagiakah karena wacana dan menunda?