Aturan Memanjangkan atau Memendekkan Shalat Jumat dan Khutbah

Memanjangkan dan Memendekkan Shalat Jumat dan Khutbah

Khotbah adalah unsur dasar dan salah satu syarat sah shalat Jumat. Dengan khotbah, tujuan berkumpulnya kaum muslimin akan terwujud. Yakni untuk membahas berbagai masalah kehidupan praktis mereka dan menghubungkannya dengan dasar iman kepada Allah 

Disyaratkan, khotbah disampaikan sebelum shalat dan di dalamnya terdapat zikir khusus, yaitu tasbih dan tahmid. Selain Itu, antara khotbah dan shalat tidak boleh ada pemisah.  

Menurut para ulama mazhab Syafi'i, ada lima rukun khotbah Jumat, yaitu

(1) bacaan hamdalah: "Alhamdulillah.", 

(2) shalawat kepada Nabi Shalallahu 'Alaihi wasallam 

(3)wasiat takwa di kedua khotbah, 

(4) membacaayat Al-Qur'an di salah satu khotbah, dan 

(5) doa pada khotbah kedua tentang urusan akhirat. 

Para ulama sepakat untuk memanjangkan shalat Jumat dan memendekkan khotbahnya. Shalat lebih panjang daripada khotbah. Ini sebagai manifestasi atsar-atsar yang datang dari Rasulullah mengenai hal itu. Atsar-atsar tersebut:

1. Jabir bin Samurah  bercerita, "Aku pernah mendirikan shalat bersama Rasulullah; shalat beliau pendek, khotbah beliau pun pendek."(HR Muslim) 

Makna ungkapan ini ialah bahwa khotbah dan shalat Nabi tidak sangat panjang dan tidak terlalu pendek. 

2. Ammar bin Yasir mendengar Rasulullah bersabda:

"Sungguh, panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khotbahnya adalah indikasi kefagihannya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khotbah. Sesungguhnya, di antara keterangan itu ada yang seperti sihir. "(HR Muslim) 

3. Abdullah bin Abu Awfa ra bertutur, "Rasulullah adalah orang yang banyak berzikir, sedikit bercanda, panjang shalat, dan pendek khotbah. Beliau tidak merasa hina berjalan bersama wanita yang lemah, orang miskin, dan memenuhi kebutuhannya."(HR Nasa'i) 

4. Ammar bin Yasir ra berkata, "Rasulullah memerintahkan kami supaya memendekkan khotbah."(HR Abu Dawud) 

5. Jabir bin Samurah ra menyatakan, "Rasulullah tidak memanjangkan maw'izhah (nasihat) pada hari Jumat. Nasihat itu hanya beberapa kalimat pendek."(HR Abu Dawud) 

Maksud memendekkan khotbah adalah menjadikannya lebih pendek daripada lamanya shalat. Adapun yang dimaksud dengan memanjangkan shalat adalah menjadikannya lebih panjang daripada lamanya khotbah. 

Perbedaan situasi, zaman, dan motiflah yang memengaruhi panjang-pendeknya khotbah dan shalat ini. Terkadang, situasi menuntut khotbah yang panjang lebar seperti ketika menghasung untuk berjihad, melarang minum arak, melarang perbuatan keji, zina, dan berbuat zalim.

Disunahkan bagi imam membaca surat Al-Jumu'ah setelah membaca Al-Fatihah pada rakaat yang pertama dan membaca surat Al-Munafiqun pada rakaat kedua dengan lengkap; atau membaca surat Al-A'la pada rakaat yang pertama dan surat Al-Ghasyiyah pada rakaat yang kedua.

Disunahkan juga membacanya dengan jahar (suara keras) berdasarkan ijmak. Makmum yang masbuq bahkan disunahkan membacanya dengan jahar saat menambah rakaat yang tertinggal.

Ukuran panjang atau pendeknya khotbah dan shalatialah tidak sangat panjang dan membosankan, pun tidak terlalu pendek seperti main-main yang menjadikan shalat Jumat keluar dari pencapaian maksud dan tujuan pensyariatannya.

Ash-Shan'ani menulis: Yang dimaksud dengan panjangnya shalat ialah panjang yang tidak membuat orang yang melakukannya masuk wilayah larangan. 

Nabi biasa mendirikan shalat Jumat dengan membaca surat Al-Jumu'ah dan Al-Munafiqun. Ini adalah (lebih) panjang jika dibandingkan dengan khotbah beliau. Jadi bukan memanjangkan yang dilarang itu.

Menggambarkan petunjuk Nabi dalam berkhotbah, Ibnul Qayyim menulis: "Setelah bertahmid, memuji Allah, dan bertasyahud, beliau mengucapkan, 'Amma ba'du.' Beliau memendekkan khotbah, memanjangkan shalat, memperbanyak zikir, dan memilih kalimat-kalimat yang ringkas berisi. Beliau bersabda, 

" Sungguh, panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khotbah adalah indikasi kefakihannya.' 

Di dalam khotbah, beliau mengajarkan dasar-dasar Islam dan syariat Islam kepada para shahabat. Di dalamnya, beliau juga memerintah dan melarang. jika ada tuntutan untuk memerintah atau melarang; seperti ketika beliau memerintahkan orang yang baru masuk untuk shalat dua rakaat, saat beliau sedang berkhotbah. Beliau melarang seseorang berjalan melangkahi orang lain dan memerintahkannya supaya duduk ... 

Di dalam khotbah, beliau memerintahkan mereka sesuai dengan situasi dan kondisi. Jika beliau melihat seseorang yang membutuhkan, beliau memerintahkan dan memotivasi mereka supaya bersedekah.

(Rukhsah dalam Shalat, Dr. Ali Abu Bashal) 

Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih