Mengulik Makna Di Balik Puisi "Gempa Cianjur" Karya Nina Gartina

Siang itu, kami sedang memulai Pelatihan Model Pembelajaran GPAI Kementerian Agama Kabupaten Cianjur, di lantai atas sebuah gedung. Pada sesi Building Commitment Learning (BLC), tiba-tiba gedung yang kami tempati, tidak sekedar bergetar, namun bergoyang seperti hendak runtuh. Ya, 21 November 2022, pukul 13.20, Cianjur terkena gempa hebat. Alhamdulillah, kami selamat. 

Gempa bumi yang terjadi, titik pusatnya sangat dekat, juga dangkal. Namun memiliki efek merusak yang sangat hebat. Diberitakan, banyak korban berjatuhan, selain rumah tinggal banyak yang rata dengan tanah. Ya Robb.... 

Mengingati musibah ini, sekaligus sebagai salah satu ikhtiar tafakur, di postingan kali ini, saya akan menampilkan sebuah puisi dan sedikit review ala kadarnya. Puisi instan karya Bu Nina Gartina. Instan, sebab ditulis di atas sebuah mobil terbuka ketika perjalanan pulang kami dari memberikan santunan bagi korban gempa. 

Mengulik Makna Di Balik Puisi "Gempa Cianjur" Karya Nina Gartina


Gempa Cianjur, dari Sakit Menuju Bangkit

Sekejap saja Kau tunjukan Maha-Mu
Cianjur, Senin 21 Nov 22 Jam 13.20
Kota kami tetiba lumpuh

Pagi cerah, tiba siang 

berubah jadi gelisah
Getar sesar cimandiri
Sumber duka kami
Gempa dangkal, 
ternyata akibatnya begitu dalam

Bangunan kokoh Kau rubuhkan dalam detik kuasa-Mu

Jiwa-jiwa terhimpit reruntuhan, begitu memilukan

Darah, patah bahkan terlepasnya arwah
Betul, kami lemah ya Robbi

Penerangan pun terkendala, 

gelap mata semakin membuat lara
Gelap hati seharusnya tak jadi penghuni diri

Kekurangan air bersihpun tak dapat terelakan

Semua Kau berikan pertanda, bahwa kita; manusia tak ada harga

Ketir kami menjadi

Raungan ambulans tetiba jadi pemecah kebisuan yang tak hendak kami dengar

Pemberitaan jumlah korban meninggal, korban belum terevakuasi, serta hancurnya materi terus meninggi

Nakes kembali jadi garda

Memoar corona teringat tiba-tiba
Kau kembali ingatkan Kami ya Robbi

Lantas diri ini?!
Berbaik sangka atas apa yang menimpa
Juang nyata yang harus kami tempa

Gempa dangkal memporakporandakan
Iman dangkal jauh lebih mengoyakan
Dan tentunya, menghinakan

Bak saudara-saudara kami yang telah mendahului dalam gempa bumi ini

Kaupun...
Akan panggil kami

Dalam pengabdian yang sulit terpatri
Detak terakhir kami, jadikan detak yang Engkau Ridhoi

Cianjur, 24 Nov 2022
13:45 WIB

Ditulis di bawah terpal biru Coltdolak; di tengah guyuran hujan pada perjalanan pulang penyaluran donasi SMPN 1 Mande tahap 2, dari titik Lebak Songgom, Cugenang


Mengulik Makna Di Balik Puisi "Gempa Cianjur" Karya Nina Gartina

Sekejap saja Kau tunjukan Maha-Mu
Cianjur, Senin 21 Nov 22 Jam 13.20
Kota kami tetiba lumpuh

Jika Allah menghendaki sesuatu, maka sangat mudah bagi-Nya mewujudkan sesuatu itu. Begitupun musibah ini, begitu cepat, begitu hebat, melumpuhkan kota kami tercinta. 

Pagi cerah, tiba siang 
berubah jadi gelisah

Ketika kami menikmati pagi, hingga siang, yang begitu cerah, begitu indah, tiba-tiba semua berubah. Resah gelisah melanda kami semua. Apakah yang terjadi? 

Getar sesar cimandiri
Sumber duka kami
Gempa dangkal, ternyata akibatnya begitu dalam

Kata para ahli, ada pergeseran sesar Cimandiri, penyebab lahiriyah gempa bumi di kota kami. Gempa dangkal, namun ternyata memiliki efek merusak yang begitu hebat. 

Bangunan kokoh Kau rubuhkan dalam detik kuasa-Mu

Sejenak kami terhenyak, apa yang patut kami sombongkan. Di hadapan-Mu, semua lemah adanya. Kokoh dan indahnya bangunan rumah, mahal dan mengkilatnya kendaraan, roboh dan hancur seketika. Tak ada kuasa di tangan hamba. 

Jiwa-jiwa terhimpit reruntuhan, begitu memilukan
Darah, patah bahkan terlepasnya arwah
Betul, kami lemah ya Robbi

Bukan hanya terhadap benda, kami tak berdaya. Bahkan nyawapun, tak kuasa menahannya. Dalam bencana ini, banyak raga saudara kami terhimpit reruntuhan, hingga mereka meregang nyawa. Ya Robb, betapa lemah diri di hadapan-Mu. 

Penerangan pun terkendala, 
gelap mata semakin membuat lara
Gelap hati seharusnya tak jadi penghuni diri

Di tengah timbunan bangunan, bahkan jenazah yang belum terpulasarakan, di antara saudara kami mengalami kegelapan. Listrik lumpuh, sangat minim penerangan. Gelapnya suasana di hadapan mata, semoga tak membuat saudara kami gelap hati. Lindungi mereka ya Robb. 

Kekurangan air bersihpun tak dapat terelakan
Semua Kau berikan pertanda, bahwa kita; manusia tak ada harga

Raga yang kurang terpelihara, suplai makanan minuman yang kurang didapatkan, listrik yang padam, juga air bersih yang sulit diperoleh, menambah kuat ujian ini. Kami lemah di hadapan-Mu ya Robb. 

Ketir kami menjadi

Raungan ambulans tetiba jadi pemecah kebisuan yang tak hendak kami dengar

Pemberitaan jumlah korban meninggal, korban belum terevakuasi, serta hancurnya materi terus meninggi

Raungan ambulan yang membawa korban, sering kami dengar. Seolah tak jeda, hilir mudik dari segenap arah mata angin, menuju titik tempat ikhtiar menjemput selamat. 

Tiap saat kami disuguhkan berita, bertambahnya korban jiwa. Juga saudara yang belum jelas kabarnya, ditambah rugi materi yang makin meninggi. Ya Robb.... 
Nakes kembali jadi garda
Memoar corona teringat tiba-tiba
Kau kembali ingatkan Kami ya Robbi

Mereka ada di garda utama, mengikhtiarkan pulih bagi mereka korban bencana. Sama, ketika disibukkan virus corona, para nakes ada di barisan pertama. 

Lantas diri ini?!
Berbaik sangka atas apa yang menimpa
Juang nyata yang harus kami tempa

Ada pertanyaan menggelitik diri, apa peran yang bisa kami persembahkan untuk membantu saudara kami? Ya, juang nyata yang harus kami tempa. Memberi apa yang mampu kami beri. 

Gempa dangkal memporakporandakan
Iman dangkal jauh lebih mengoyakan
Dan tentunya, menghinakan

Duhai Sang Maha, Gempa ini gempa dangkal yang memporakporandakan, ibrah bagi kami, jangan sampai iman kami menjadi dangkal. Iman dangkal jauh lebih mengoyakkan, juga menghinakan. Jauhkan kami ya Robb. 

Bak saudara-saudara kami yang telah mendahului dalam gempa bumi ini
Kaupun...
Akan panggil kami

Ya, kami yakin akan pulang, hanya tinggal menunggu giliran. Kembali kepada-Mu seusai purnanya jatah usia. 

Dalam pengabdian yang sulit terpatri
Detak terakhir kami, jadikan detak yang Engkau Ridhoi

Akhirnya, senantiasa harap terungkap. Dalam pengabdian yang sulit ini, banyak halangan rintangan, yang terkadang dari diri kami sendiri, enggan dan kemalasan. Harap kami, pinta kami, jadikan detak terakhir kami, detak yang Engkau ridhoi. 

Aamiin ya Robb.. 

Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih