Pengertian Ghuluw dalam Memuji Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam

Pengertian Ghuluw secara bahasa adalah melampaui batas. Dikatakan, غلا يغلو غلوا, Jika ia melampaui batas dalam ukuran. Ghuluw juga berarti berlebih-lebihan. Ghuluw dalam beragama artinya berlebih-lebihan atau melampaui batas dalam melaksanakan agama. Termasuk Ghuluw dalam Memuji Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. 

Pengertian Ghuluw dalam Memuji Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
Dhuha bersama di SMPN 1 Mande

Sikap Ghuluw dilarang oleh syariat Islam. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

...لا تغلوا في دينكم .... -

... Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu..." (QS. An-Nisi [ 171)

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda:

إياكم والغلو في الدين، فإنّما أهلك من كان قبلكم الغلق في الدين.

Jauhkanlah diri kalian dari Ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw dalam agama ini telah membiasakan orang-orang sebelum kalian. (Shahih: HR. Ahmad (I/215, 347), An-Nasa'i (V/268), Ibnu Majah (no. 3029), Ibnu Khuzaimah (no. 2867) dan lainnya, dari Shahabat Ibnu Abbas. Sanad hadits ini shahih menurut syarat Muslim. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahädits Ash-Shahihah (no. 1283).

Salah satu sebab yang membuat seseorang menjadi kufur adalah sikap ghuluw dalam beragama, baik kepada orang shalih atau dianggap wali, maupun ghuluw kepada kuburan para wali, hingga mereka meminta dan berdoa kepadanya padahal ini adalah perbuatan syirik akbar.

Ghuluw dalam Memuji Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam 

Dan yang dimaksud dengan ghuluw dalam hak Nabi adalah melampaui batas dalam menyanjungnya, sehingga mengangkatnya di atas derajatnya sebagai hamba dan Rasul (utusan) Allah, menisbatkan kepadanya sebagian dari sifat-sifat Ilahiyyah

Hal itu misalnya dengan memohon dan meminta pertolongan kepada beliau, tawassul dengan beliau, atau tawassul dengan kedudukan dan kehormatan beliau, bersumpah dengan nama beliau, sebagai bentuk 'ubudiyyah kepada selain Allah , perbuatan ini adalah syirik.

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda,

لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم، فإنما أنا عبده، فقولوا عبد الله ورسوله.

"Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji 'Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah, "Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya)." (Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 3445), At-Tirmidzi dalam Mukhtashar Asy-Syamä`il Al-Muhammadiyyah (no. 284), Ahmad (1/23, 24, 47, 55), Ad-Darimi (II/320), dan yang lainnya, dari Shahabat 'Umar bin Al-Khaththab. 

Dengan kata lain, janganlah kalian memujiku secara bathil dan janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku. Hal itu sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Nasrani terhadap 'Isa, sehingga mereka menganggapnya memiliki sifat Ilahiyyah. 

Oleh karena itu, sifatilah diriku sebagaimana Rabb-ku memberi sifat kepadaku, maka katakanlah, "Hamba Allah dan Rasul (utusan)-Nya." (Aqidatut Tauhid (hlm. 151).


'Abdullah bin Asy-Syikhkhir berkata, "Ketika aku pergi bersama delegasi Bani 'Amir untuk menemui Rasulullah, kami berkata kepada beliau, "Engkau adalah sayyid (penguasa) kami!"

Spontan Nabi menjawab:

السيد الله تبارك وتعالى.

"Sayyid (penguasa) kita adalah Allah tabaraka wa ta'ala!"

Lalu kami berkata, "Dan engkau adalah orang yang paling utama dan paling agung kebaikannya." Serta merta beliau bersabda:

قولوا بقولكم أو بعض قولكم ولا يستجريئكم الشيطان.

"Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa (wajar) kalian katakan, atau seperti sebagian ucapan kalian dan janganlah sampai kalian terseret oleh setan."

(Shahih: HR, Abu Dawud (no. 4806), Ahmad (IV/24, 25), Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mafrad (no 211, Shabih Al-Adabil Mufrad no 155), An-Nasa'i dalam 'Amalul Yaum wal Lailah (no. 247.249). Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, "Rawi-rawinya shahih. Dishahihkan oleh para ulama (ahli hadits). Lihat Fathul Bari (V/179)

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, "Sebagian orang berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid kami dan putera sayyid kami!' Maka seketika itu juga Nabi bersabda,

يا أيها الناس قولوا بقولكم ولا يستهوينكم الشيطان، أنا محمد، عبد الله ورسوله، ما أحب أن ترفعوني فوق منزلتـي التي أنزلني الله عز وجل.

"Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh setan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Allah berikan kepadaku. 

(Shahih: HR. Ahmad (III/153, 241, 249), An-Nasa'i dalam 'Amalul Yaum wal Lailah (no. 249, 250), dan Al-Lalika'i dalam Syarh Ushal I'tiqad Ablis Sunnah wal Jama'ah (no. 2675), 

Dari Shahabat Anas bin Malik bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam membenci jika orang-orang memujinya dengan berbagai ungkapan seperti: "Engkau adalah sayyidku, engkau adalah orang yang terbaik di antara kami, engkau adalah orang yang paling utama di antara kami, engkau adalah orang yang paling agung di antara kami." 

Padahal sesungguhnya beliau adalah makhluk yang paling utama dan paling mulia secara mutlak. Meskipun demikian, beliau melarang mereka supaya menjauhkan mereka dari sikap melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam menyanjung, hak beliau, juga untuk menjaga kemurnian Tauhid. 

Selanjutnya beliau mengarahkan mereka supaya menyifati beliau dengan dua sifat yang merupakan derajat paling tinggi bagi hamba yang di dalamnya tidak ada Ghuluw serta tidak membahayakan 'aqidah. Dua sifat itu adalah 'Abdullah wa Rasuluh (hamba Allah dan utusan Allah).

Beliau tidak suka disanjung melebihi dari apa yang Allah berikan dan Allah ridhai. Tetapi banyak manusia yang melanggar larangan Nabi tersebut, sehingga mereka berdoa kepadanya, meminta pertolongan kepadanya, bersumpah dengan namanya serta meminta kepadanya sesuatu yang tidak boleh diminta kecuali kepada Allah Ta'ala. 

Al-'Allamah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kaidah nuniyyah-nya berkata,

لله حـق لا يكـون لغيره
ولعبده حق هما حقان
لا تجعلوا الحقين حقا واحدا 
من غير تمييز ولا فرقان

Allah memiliki hak yang tidak dimiliki selain-Nya,

bagi hamba pun ada hak, dan ia adalah dua hak yang berbeda.

Jangan kalian jadikan dua hak itu menjadi satu hak,

tanpa memisahkan dan tanpa membedakannya. 
(Aqidatut Tauhid hal. 152, karya Syaikh DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan) 

Demikian pembahasan tentang Pengertian Ghuluw dalam Memuji Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, semoga menambah pemahaman kita dalam menjalankan agama ini. 
Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih