Do not See The Book From The Cover

Jangan melihat buku dari jilidnya, atau dalam bahasa Inggrisnya, "Don't see the book from the Cover".Istilah ini telah lama saya dengar. Menggambarkan tentang isi lebih penting dibanding casing. Atau kualitas seseorang tak bisa diukur dari penampilannya.


Ini sebuah tulisan sederhana. Maksud hati ingin memberikan gambaran pemahaman agar kita tidak terjebak dan salah menentukan prioritas, mana yang penting, kurang penting, atau bahkan gak penting. Simak uraiannya.

Sebagai seorang guru, saya baru saja mempelajari suatu hal bahwa semakin banyak aturan yang saya berikan semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh murid-murid saya. 

Memang, mungkin ada beberapa murid yang suka akan adanya aturan-aturan tersebut, namun akan lebih banyak murid yang merasa bersalah karena tak mampu memenuhi tuntutan tuntutan berbagai aturan yang saya berikan. 

Akibatnya, setiap murid akan kehilangan perspektifnya karena tak lagi dapat membedakan mana yang penting dan mana yang sepele.

Nilai-nilai yang dianggap benar di sekolah akan dianggap benar juga di rumah. Dapat meneruskan suatu nilai tanpa menimbulkan rasa bersalah pada diri si anak, orang tua harus dapat membedakan mana yang remeh mana yang penting, antara nilai-nilai yang murni dan mana yang adat istiadat belaka.

Suatu ketika saya menghadiri pemakaman seseorang. Sembari mengikuti jalannya prosesi pemakaman saya memperhatikan orang-orang yang berdatangan untuk menyampaikan penghormatan terakhir kepada almarhum.

Diantara kelompok orang-orang tersebut saya melihat 6 orang pemuda pelajar berambut gondrong berpakaian lusuh.” sungguh tidak sopan”, katak saya dalam hati. Mereka benar-benar tidak menghormati kekhusyuan acara pemakaman tersebut. Selama berlangsungnya pemakaman mata saya memperhatikan tingkah laku orang-orang yang hadir di situ.

Belum sampai pak ustadz menyelesaikan doa tahlilan, para peratap yang ternyata hanya gadungan berceloteh tentang tugas-tugas mereka ataupun kegiatan-kegiatan mereka, bahkan tentang makan siang mereka, dengan sukaria.

Dari jauh saya kembali memperhatikan keenam pemuda yang saya anggap berandal  tadi. Perlahan mereka mendekati kuburan sambil menundukkan kepala untuk berdoa. Hampir- hampir saya tak percaya menyaksikan peristiwa yang terjadi di depan mata saya. Sungguh malu saya telah membuat penilaian yang salah.

Dalam hati saya berjanji untuk tetap mengingat ketulusan hati mereka dalam memberikan penghormatan terakhir kalinya kepada si jenazah.

Saat itu saya tak lagi anti pada rambut gondrong dan pakaian lusuh. Mode seperti itu akan datang dan pergi. Tak banyak yang dapat kita lakukan terhadap mode-mode seperti itu dan akan sia-sia lah usaha kita untuk memberantas model yang ada. Nilai-nilai yang ada adalah nilai yang sesungguhnya dan yang tidak akan pernah pudar. 

Dalam suatu keadaan, ketika "isi" sudah memadai, maka penampilan atau cover harus mendapatkan perhatian lebih. Tujuannya, orang akan tertarik untuk membaca keseluruhan isi buku. Jika yang kita contohkan sebuah buku.

Namun, jika dalam keadaan lain, jika harus memilih, antara cover dengan isi, maka tentu kita sepakat, isi-lah yang lebih penting. Buat apa cover bagus, namun isi tak menampilkan kualitas yang setara dengan cover.

Semua perumpamaan ini bisa kita terapkan dalam kehidupan. Banyak di antara kita yang berlomba-lomba membaguskan penampilan, sedang di sisi lain, kualitas diri diabaikan. Ini tentu salah. Bukankah terminologi dalam Islam, yang terbaik itu adalah yang paling takwa, bukan paling molek penampilannya.

Semoga bermanfaat
Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih