Tugas Kita Mencipta Sejarah



Waktu semakin tipis. Tapi kesadaran tak bertambah tebal. Waktu kian habis, namun belum juga kita sampai pada titik nalar yang benar.

Kita seharusnya selaku dituntut untuk sadar. Sadar dalam menjalani waktu. Karena sesungguhnya kita sedang mencipta sejarah. Sejarah apa yang telah kita cipta setahun yang lalu? Sejarah apa yang telah kita gubah sebulan yang lalu? Bahkan, sejarah apa yang sedang kita pikirkan sedetik yang lalu? Pertanyaan-pertanyaan yang selayaknya kita layangkan berulang-ulang. Tidak saja pada diri sendiri, tapi juga pada karib, kawan, bahkan lawan. Sejarah apa yang sedang kita sulam?

Sejarah tak selamanya harus kisah-kisah besar, heroik, dan mengagumkan. Bisa saja hanya sejarah lokal, yang beredar di antara penduduk sebuah kota kecil, yang cukup dikenang anak cucu di kemudian hari. Tapi sungguh, mencipta sejarah harus dipikirkan.

Hidup bukanlah rangkaian waktu yang terjadi begitu saja. Dari tiada, lalu lahir, besar, tua, dan hilang. Sungguh, tak seperti itu yang terjadi sebenarnya. Kita akan ditanya tentang waktu-waktu yang telah berlalu dalam hidup ini. Ditanya oleh Sang Pemilik waktu.

Waktu adalah pedang. Tapi sekali lagi, walau waktu itu adalah pedang, jarang kita merasa bahwa sewaktu-waktu kita bisa terpenggal. Kita masih banyak menjalani waktu tanpa rencana. Kita masih menghabiskan waktu tanpa kesadaran mencipta sejarah. Kita menjalani waktu seolah, kita lahir, besar, lalu tua dan mati, hilang tanpa dituntut pertanggungjawaban.

Waktu akan terus mengapung dalam ruang hidup, meminta jawab dan selalu mengajukan pertanyaan. Sungguh, kita tak diajarkan untuk menjalani hidup apa adanya. Rasul merancang hidupnya. Rasul merancang daerahnya. Rasul merancang sejarahnya. Begitu pula dengan sahabat dan uswah teladan lainnya. Hidup mereka tidak mengalir begitu saja. Mereka memikirkan, apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang, dan peran apa yang harus dimainkan.

Peranan dalam sejarah harus kita tentukan. Kita tak bisa lagi membiarkan waktu berlalu tanpa peran dan jejak-jejak kaki kita mencipta sejarah. Tentu saja sejarah yang cemerlang, yang diingat dan dituturkan dengan bangga dan riang. Bukan sejarah yang diceritakan dengan mengenang segala keburukan.

Dan untuk itu, hanya ada satu cara membangunnya. Seperti kata Baginda Nabi, kita harus menjadikan tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. Bukan ini harus lebih baik dari bulan kemarin. Hari ini, harus lebih baik dan cemerlang dibanding kemarin. Jika tidak, bukan saja kita telah hidup dengan sia-sia, tapi kita juga telah dirajam oleh waktu. Dipenggal berkali-kali oleh pedang yang siap mengancam.

Taffakur bersama Herry Nurdi
Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih