Corona dan Terasa Dekatnya Kematian

KITA senantiasa berharap kepada Allah Ta'ala, musibah yang kita hadapi sekarang ini, yakni wabah Corona (COVID-19) segera berakhir, sehingga aktivitas kerja, sekolah, dakwah, jual beli, dan lain-lain, kembali normal seperti sediakala. 

Sebagai tambahan perenungan, ada baiknya kita baca dan resapi sebuah tulisan Ustadz Arief B. Iskandar yang menyoroti terasa dekatnya kematian gegara virus Corona. Berikut selengkapnya 

Gara-gara Corona, banyak orang merasa kematian terasa dekat. Terasa mengintai setiap saat. Banyak yang was-was. Tak sedikit yang stress. Jangan-jangan dialah giliran berikutnya. Persis seperti barisan orang yang digiring ke tiang gantungan. Menunggu giliran untuk dihukum mati.

Padahal tanpa Corona, kematian adalah keniscayaan. Mengintai setiap saat. Siap memangsa siapapun yang lengah. Setiap manusia, apalagi seorang Muslim, tentu tahu hal ini. Sayang, kebanyakan orang lalai dan lengah. Seolah kematian masih jauh dan kehidupan masih lama.

Terkait kematian, Allah SWT telah berfirman:

kullu nafsin zaaa`iqotul mauut, wa innamaa tuwaffauna ujuurokum yaumal-qiyaamah, fa man zuhziha 'anin-naari wa udkhilal-jannata fa qod faaz, wa mal-hayaatud-dun-yaaa illaa mataa'ul-ghuruur

"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 185)

Selain sebuah keniscayaan, kematian juga sebuah kepastian, dalam arti, tak bisa dimajukan ataupun dimundurkan. 

Allah SWT berfirman:

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَآبَّةٍ وَلٰكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلٰىٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى  ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَئْخِرُونَ سَاعَةً  ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

walau yu`aakhizullohun-naasa bizhulmihim maa taroka 'alaihaa min daaabbatiw wa laakiy yu`akhkhiruhum ilaaa ajalim musammaa, fa izaa jaaa`a ajaluhum laa yasta`khiruuna saa'ataw wa laa yastaqdimuun

"Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 61)

Selain itu kematian juga merupakan salah satu rahasia Allah SWT. Tidak seorang manusia pun tahu kapan kematian akan datang menjemput dirinya. 

Karena itu, ada-tidak adanya Corona, sudah selayaknya setiap Muslim tidak lalai dalam mempersiapkan diri menghadapi kematian sekaligus menghadapi kehidupan pasca kematian. Sebab, jika tidak demikian, penyesalan di akhir tak akan bisa dihindarkan. 

Dalam hal ini, Allah SWT pun mengingatkan kita melalui firman-Nya (yang artinya): 

Hai orang-orang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Siapa saja yang berbuat demikian, mereka itulah orang-orang yang merugi. Belanjakanlah sebagian (harta) dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, “Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sampai waktu yang dekat hingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang salih?” Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Allah Maha Mengenal apa yang kalian kerjakan.(TQS al-Munafiqun [63]: 9-11).

Allah SWT pun berfirman (yang artinya): 

(Demikianlah) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku bisa berbuat amal salih yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang dia ucapkan saja.(TQS al-Mu’minun [23]: 99-100).

Kematian tentu merupakan akhir dari kehidupan manusia di dunia. Dengan demikian, dunia hanyalah tempat sementara bagi manusia dalam menjalani kehidupan sebelum ia berpindah ke kehidupan yang lain, yakni kehidupan di alam akhirat. 

Karena itu Baginda Nabi Muhammad saw. mengingatkan kita, “Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau seperti orang yang berada dalam perjalanan.”(HR al-Bukhari dan at-Tirmidzi).

Ya, bagi seorang Muslim, di dunia ini hakikatnya ia seperti orang asing. Sebab, ‘tanah air’-nya yang hakiki adalah surga. Surgalah, insya Allah, tempat ia berpulang. 

Manusia di dunia ini, dengan demikian, seperti seorang musafir yang meninggalkan negerinya untuk sementara, kemudian ia akan kembali. Karena itu ia tentu tidak akan berlama-lama di dunia dan tidak akan mengambil bagian dari kenikmatan dunia ini, kecuali sekadarnya saja untuk bekal kembali (ke akhirat).
(Muhammad bin ‘Alan, Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadh ash-Shalihin, III/7).

Dalam ungkapan yang berbeda, Ibn Umar ra. juga mengingatkan kita, “Jika kamu ada di waktu sore, jangan menunggu pagi. Jika kamu ada di pagi hari, jangan menunggu hingga sore. Jadikanlah masa sehatmu (untuk beramal shalih) sebelum datang masa sakitmu) dan jadikanlah masa kehidupanmu (untuk beramal shalih) sebelum datang kematianmu.” (HR al-Bukhari).

Maknanya, bersegeralah selalu kita dalam melakukan amal shalih, jangan menunda-nundanya seolah-olah kita memiliki banyak waktu, padahal itu hanyalah angan-angan kita saja karena sesungguhnya waktu kita di dunia ini amatlah sedikit. 

Mengapa kita sering merasa memiliki banyak waktu dan sering merasa kehidupan di dunia ini lama? Tidak lain karena kita jarang mengingat mati. Padahal banyak mengingat mati amatlah penting agar kita tidak terlalu panjang angan-angan. Apalagi dslam situasi wabah seperti sekarang ini.

Dalam hal ini Baginda Rasulullah saw. pun pernah bersabda, "Perbanyaklah
mengingat penghancur kenikmatan (yakni kematian, pen.).” (HR at-Tirmidzi).

Ya, kematian akan menghentikan seluruh kenikmatan. Bahkan menghentikan semua angan-angan kehidupan. Sebab, pada saat demikian, kehidupan dunia akan ditinggalkan. Semuanya—harta kekayaan yang selama ini diburu siang-malam, pangkat dan jabatan yang selama ini diperebutkan, serta istri dan anak-anak kesayangan yang selama ini dibangga-banggakan—hanya tinggal kenangan saat jasad sudah dibenamkan di kuburan. Yang tersisa hanyalah amal shalih yang pernah kita lakukan, atau dosa dan maksiat yang pernah kita jalankan.

Karena itu, ada-tidak adanya Corona, mari kita banyak mengingat kematian agar dengan itu kita melakukan banyak ketaatan dan menjauhi banyak kemaksiatan. 

Wa ma tawfiqi illa bilLah.
OPINI MUSTANIR
Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih