Strategi Perdagangan di Masa Khilafah Abbasiyah, menurut Will Durant Sejarawan Barat

Artikel ini akan mengulas lebih detail mengenai kebijakan perdagangan Khilafah Abbasiyyah di era Harun ar-Rasyid, seperti yang diungkapkan oleh sejarawan Barat, Will Durant, dalam bukunya yang berjudul "Tarikh al-Hadharah." 

Strategi Perdagangan di Masa Khilafah Abbasiyah, menurut Will Durant Sejarawan Barat

Kita akan menjelajahi dampak perdagangan domestik yang luas, usaha Harun ar-Rasyid untuk menghubungkan Laut Tengah dan Laut Merah melalui Terusan Suez, serta pengaruh kesatuan wilayah di Asia Barat pada ekonomi dan perdagangan.

Perdagangan domestik pada masa Khilafah Abbasiyyah di era Harun ar-Rasyid mencapai tingkat yang sangat luas. Ini mencakup pergerakan barang melalui sungai dan terusan yang ada pada saat itu. Salah satu gagasan besar yang dimiliki oleh Harun ar-Rasyid adalah rencananya untuk mengebor terowongan yang dapat menghubungkan Laut Tengah dan Laut Merah melalui Terusan Suez. 

Rencana ini, sayangnya, tidak mendapatkan dukungan dari Yahya al-Barmaki, dan alasan di balik penolakan tersebut belum sepenuhnya diketahui. Beberapa spekulasi mengarah pada alasan keuangan, namun, detail pastinya masih misteri. Meskipun terowongan ini tidak pernah dibangun, Harun ar-Rasyid berhasil membangun tiga jembatan yang menghubungkan di atas sungai Dajlah di Baghdad, dengan lebar mencapai 750 kaki.

Dampak dari perdagangan yang semakin berkembang ini sangat signifikan bagi ekonomi wilayah Asia Barat (Timur Tengah) pada saat itu. Sebelumnya, wilayah ini terbelah menjadi empat negara yang berbeda, namun, dengan adanya pemerintahan yang kuat di bawah Khilafah Abbasiyyah, semua hambatan tarif dan pajak dihilangkan. Selain itu, bangsa Arab tidak menerapkan praktik pemerasan pedagang seperti yang sering dilakukan oleh bangsawan Eropa.

Kota-kota seperti Baghdad, Bashrah, Aden, Kairo, dan Iskandariah menjadi pusat ekspedisi perdagangan yang menjelajahi perairan yang luas. Perdagangan Islam mencakup sebagian besar wilayah di Laut Tengah hingga terjadinya Perang Salib. Perdagangan ini menyebar dari Syam dan Mesir ke Tunisia, Shaqliyah, Marakesh (Maroko), bahkan hingga Spanyol. Perdagangan ini juga melibatkan wilayah Yunani, Italia, dan Gala.

Dominasi atas Laut Merah dipindahkan dari wilayah Ethiopia, meninggalkan Laut Khazar hingga mencapai Mongolia dan naik melalui Sungai Volga, mencakup Finlandia, Skandinavia, dan Jerman. Di seluruh perjalanan ini, jejak-jejak uang Islam tersisa dalam jumlah besar. Aktivitas perdagangan ini terus berlanjut hingga mencapai puncaknya pada abad ke-10, sementara Eropa mengalami masa kemunduran hingga pada level terendahnya.

Meskipun perdagangan tersebut telah berakhir, jejaknya masih dapat kita temui dalam sejumlah kosakata dalam bahasa Eropa. Beberapa kata seperti "Tariff" dan "Magazine" berasal dari bahasa Arab, yakni "Taifah" dan "Makhzan," masing-masing. Sementara "Cravan" dan "Bazaar" berasal dari bahasa Persia. 

Dengan demikian, warisan perdagangan dan budaya dari masa Khilafah Abbasiyyah tetap hidup dalam bahasa-bahasa modern, mengingatkan kita akan kejayaan perdagangan dan kebijakan ekonomi mereka pada masa itu (Will Durant, "Tarikh al-Hadharah," Juz XIL, hal. 109-110). (Media Umat 122)

Deni Kurnia
Deni Kurnia Seorang Pembelajar, tak Lebih